oleh

Pesona Alam Ujung Timur Lembata, Infrastruktur Buruk dan Kemewahan para Elit

-Daerah, Wisata-724 views

INBISNIS.ID, LEMBATA –  “Di Tanjung Leur ini dulu kala menjadi tempat persinggahan sebagian besar orang Lembata, yang bermigrasi dari Pulau Lepan Batan setelah bencana besar. Mereka lari dan singgah di sini baru kemudian pergi cari tempat baru,” ungkap salah seorang warga yang dijumpai di Desa Tobotani, Kecamatan Buyasuri, Kabupaten Lembata, NTT, sesaat sebelum perjalanan dilanjutkan ke Tanjung Leur belum lama ini.

Dalam syair-syair adat, orang Lembata selalu menyebut nama Leur. Hal ini menjadi bukti bahwa tanjung di ujung timur Lembata tersebut menyimpan kisah sejarah bagi sebagian besar orang Lembata. Ratusan tahun silam, setelah bencana besar yang memorak-porandakan pulau Lepan Batan (letaknya antara Lembata dan kepulauan Alor), banyak warga yang mengungsi ke Lembata dan sempat menyinggahi tanjung Leur. Karena itu, tempat ini menyimpan kisah sejarah tersendiri. Di sana juga masih ada beberapa kuburan misterius menjadi bukti bahwa di tempat ini pernah ada kehidupan. Barangkali kubur-kubur itu adalah peninggalan masa silam yakni gambaran akan sebuah bencana alam besar ratusan tahun lalu.

Berkunjung ke tempat ini, mata dan rasa kita menyatu dalam ungkapan yang sama, sungguh indah!, Selain pemandangan alam laut Sawu yang memesona, pasir putih panjang, deruh gelombang dan pulau-pulau kecil di tengah laut, ada juga padang savana yang membentang luas beberapa Kilo Meter jika diukur. Sangat luas, dan kondisi tanah yang sangat datar cocok sekali jika diubah menjadi sebuah bandara besar. Sejauh mata memandang, ada beberapa ekor kuda berlomba-lomba merebut rumput hijau bersama sekelompok sapi yang juga berjuang untuk memertahankan hidup di padang tersebut. Namun, tak ada konflik dan percekcokan merebut makanan oleh mereka yang disebut hewan. Rumput-rumput hijau, kuning dan warna-warni lainnya turut memperindah pemandangan di Leur yang masuk dalam aset Desa Tobotani.

Pemandangan Indah di Tanjung Leur.

Walaupun destinasi di tempat ini menjanjikan tetapi sejauh ini pemerintah Desa setempat belum menatanya menjadi lebih cantik untuk menarik minat pengunjung. Barangkali, kesulitan terbesar karena Desa Tobotani letaknya cukup jauh dari desa-desa lainnya ditambah infrastrukur jalan layaknya perjalanan menuju neraka. Becek minta ampun, lumpurnya setinggi setengah betis orang dewasa. Kendaraan roda dua atau empat pun sangat sulit melewati jalur Weirian (ibu kota Kecamatan Buyasuri menuju Desa Tonotani). Tak jarang terjadi kecelakaan.

Walaupun infrastruktur menyedihkan tetapi kehidupan warga Lembata di Desa Tobotani terus berlanjut. Mereka hidup sebagai komunitas masyarakat yang menikmati nasib dan alam yang diberikan Tuhan dengan penuh rasa bahagia. Sedangkan di lain sisi, para elit dalam lingkaran Pemerintah Daerah hidup dengan segala kelengkapan ekonomis dan segala macam kebutuhan hidup yang serba lengkap. Tak ada yang kurang. Bahkan yang terbaru, anggaran sebesar Rp. 2,5 M terpaksa dihabiskan hanya untuk mendukung sebuah kegiatan akbar yang bernama ekplorasi budaya Lembata. Sungguh, jurang pemisah amat jauh antara para elit Lembata dan warga kecil di ujung timur Lembata.

( Antonius Rian / FF )

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *