oleh

Melihat Bangunan Bersejarah, Ex Pengadilan Selayar

INBISNIS.ID, SELAYAR – Gedung pengadilan negeri berlokasi di Kecamatan Benteng, Orientasi bangunan ini menghadap ke jalan Kartini atau arah barat, dalam lahan gedung pengadilan ini terdapat dua bangunan yang terpisah, yaitu bangunan pengadilan yang berada didepan dan merupakan gedung utama berbentuk persegi empat serta bangunan kedua yang merupakan bangunan tambahan berada tepat di belakang bangunan utama berbentuk persegi panjang.

Bangunan ini awalnya merupakan gedung pengadilan masa pemerintahan Belanda. Setelah kemerdekaan, bangunan ini difungsikan sebagai gedung pengadilan negeri, sekarang bangunan ini tidak difungsikan bahkan bangunan ini sudah mulai rusak. Pada bangunan kedua masih terawat dan masih difungsikan sebagai rumah dinas bagi pegawai pengadilan negeri.

Setelah mendapat informasi dari tulisan dari Lenrawati alumni arkeologi Universitas Hasanuddin Makassar, kami mencari keberadaan gedung tersebut dan hasil kami menemukannya. Kondisinya sudah sangat memprihatinkan. Kondisi bangunan sudah diselimuti tumbuhan merambat hampir semua badan gedung, atapnya tak tampak lagi. semua ruangan bangunan ditumbuhi pohon beraneka ragam dan tampak seram. Bila kita berdiri dalam bagunan itu keadaannya yang dirasakan seperti berada di hutan belantara. Beberapa bagian temboknya sudah tumbang dan retak retak, kaca dan jendela tak utuh lagi.

Menyeram dan menyedihkan. Bangunan ini perlu perhatian bagi kita semua dan pemerintah, sebab merupakan bangunan bersejarah yang dibangun sejak pemerintahan kolonial Belanda.

Eks Gedung Pengadilan Dan Vonis Daeng Manojengang adalah salah satu bagian cerita sejarahnya.

Eks bangunan ini tentu telah menjadi saksi bisu bagaimana “keadilan” didemonstrasikan pada masanya. Dinding, meja dan perabot di dalamnya telah menguping diam-diam bagaimana vonis dibacakan dan palu diketuk sang hakim. Dan barangkali di sebuah ruangan di bangunan ini atau di bangunan pengadilan lainnya di masa kolonial pada tahun 1847 dibacakan vonis sebagai berikut :

“Nani Pattantumo Daeng Manojengang, annyalai ri naewana Goboronemen, nanihukkummo nitunrung dongkonna, nani rante, nanampa ripela 20 taunna, kere-kere mae sallang pakrasangang nakellai Tumalompoa ri Selebese. Nihukkung tongi pole riongkosokna Jusutisi, nani tappuki anne bicarayya ri 17 Simtembere ri taung 1847 riparasidengang

Tuan Dipala Siagang tumabbicarayya Abdullah Husain, Laparida Daeng Silasa, Daeng Sitaba, Koe Paccio, Amasaribu, Uwak Jama, Uwak Bena, Jahadina, Saleh, Tatanakia. Iangasenna anne tumabbicara siangang Tuan sekretarisi Lantara Tuan Pakere Pele ampadongkokai bate limanna” (Koleksi Arsip Selayar, 1826-1848).

Dalam sumber tersebut dijelaskan terjemahannya bahwa Daeng Manojengang dijatuhi hukuman oleh pengadilan Hindia Belanda 17 September 1847 karena dipersalahkan melawan pemerintah Hindia Belanda, dengan hukuman dera, dirantai dan dibuang selama 20 tahun ke daerah yang ditentukan oleh gubernur di Sulawesi. Persidangang dipimpin oleh Tuan Dipala bersama anggotanya (tubabbicara). Abdullah Husain Laparida Daeng Silasa, Daeng Sitaba, Koe Paccio, Masaribu, Uwa Jama, Uwak Bena, Jahadina, Saleh, Tatak Nakia.

Semua anggota sidang (tumabbicara) bersama tuan sekretaris Lantara Tuan Pakere membubuhkan tanda tangannya. (Lihat Anonim. “Vonis Daeng Mannojengen” dalam edisi bahasa Indonesia dan Makassar.

Vonis dijatuhkan kepada Daeng Manojengang, putera Opu Tanete Daeng Kebo (1826-1846) dalam dakwaannya telah melakukan perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda.

(Andi Rusman/SBN)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *