oleh

Ekplorasi Budaya Lembata di Aliuroba Nyaris Ricuh, Beberapa Acara Batal

-Nasional-5,003 views

INBISNIS.ID, LEMBATA –  Kegiatan ekplorasi budaya Lembata yang semula bernama Sare Dame sudah mulai dilakukan di beberapa wilayah di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur. Menurut informasi terkini, kegiatan budaya di beberapa wilayah terdahulu berjalan aman dan lancar. Namun, tidak demikian untuk di Aliuroba, Desa Benihading I, Kecamatan Buyasuri, Lembata, Senin, (14/2).

Usai kegiatan ritual Iu Uhe Bei Ara yang dipimpin oleh Molan (imam adat) Leu Peu, dilanjutkan dengan sebuah acara tambahan yakni Tutu’ Koda Pau Asal atau menceritakan sejarah asal usul untuk beberapa wilayah di Kedang, khususnya di Benihading Leu Pitu, Kecamatan Buyasuri. Acara ini sempat menuai masalah karena salah seorang warga dari Desa Panama bernama Niko, menolak dengan mengeluarkan suara keras di tengah para hadirin, termasuk Bupati Lembata, Thomas Ola Langoday. Suasana memanas seketika.

Beberapa pejabat yang hadir berusaha untuk meluluhkan amarah Niko, termasuk Apol Mayan, staf ahli Bupati Lembata. Namun, amarahnya tetap aktif. Amarah Niko kemudian menjadi dingin ketika ditenangkan oleh Camat Buyasuri, Charles Lambertus.

Beberapa alasan Niko melayangkan protes di tengah gegap gempita acara ekplorasi budaya. Pertama, menurutnya, pembawa acara, Mursalim Buang, telah mencederai salah satu bahasa filosofis orang Kedang. Pemandu acara tersebut mengucapkan sebuah syair populer sekaligus menjadi kebanggaan orang Kedang secara keliru. Selain itu, Niko menolak karena acara Tutu’ Koda Pau Asal sangat sensitif dan bisa memicu konflik horisonal. Alasan yang terakhir, menurut Niko, karena dalam surat undangan ekplorasi budaya tidak terdaftar acara Tutu’ Koda Pau Asal tetapi hanya dialog kebudayaan.

“Ya, kalau dialog budaya itu kan biasa saja, tapi kalau cerita sejarah masing-masing kampung itu sangat sensitif. Kalau berbeda versi bisa bahaya. Selain itu, yang berikut, dalam surat undangan juga tidak ada acara seperti itu, jadi saya protes,” ungkap Niko usai kegiatan Ekplorasi Budaya di Benihading I, Senin (14/2).

 

Sementara itu, pembawa acara, Mursalim Buang, saat dimintai keterangan, mengatakan, situasi panas tersebut disebabkan oleh miskomunikasi. Ia menjelaskan, syair adat yang ia ucapkan di awal kegiatan tidak bermaksud melahirkan pro-kontra di antara para hadirin. Sebagai seorang yang bukan berasal dari Kedang, Mursalim Buang dan salah seorang rekannya sudah jauh-jauh hari bertanya kepada beberapa tetua adat Kedang tentang syair filosofis tersebut. Jadi, ia bukan mengarang bebas syair tersebut melainkan diambil dari data yang berasal dari beberapa tetua Kedang. Karena itu, ia memohon maaf kepada para hadirin dan semua yang merasa tersakiti. Selain itu, ia menjelaskan, tujuan dari cerita sejarah asal usul supaya diketahui oleh para hadirin.

“Kalau dalam cerita asal usul, ada versi berbeda, ya itu menjadi pekerjaan rumah buat kita untuk menggali lagi,” ungkapnya.

Aksi protes Niko, melahirkan akibat lain bagi kegiatan akbar tersebut. Beberapa acara tambahan yang sudah disiapkan oleh para tetua Kedang batal dilaksanakan untuk menghindari akibat yang lebih buruk. Salah seorang warga Desa Mahal, Antonius Amo yang awalnya ditugaskan untuk menceritakan sejarah sayin bayan di Kedang pun sia-sia belaka.

Kegiatan akbar tersebut tetap dilanjutkan hingga selesai walaupun ada aksi protes dari Niko.

( Antonius Rian / FF )

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *