INBISNIS, LEMBATA – Sejak 1998, Mas Wardi mengikuti ayahnya, Mas Marwan ke Nusa Tenggara Timur, tepatnya di Lembata, Kedang. Keduanya berasal dari Malang, Jawa Timur. Demi sesuap nasi, Mas Wardi meninggalkan sang istri dan ketiga buah hatinya untuk datang ke Kedang.
Mula-mula, ia merasa asing dengan situasi baru di Kedang. Sebab budaya dan karakter orang Kedang memiliki kekhasan tertentu yang berbeda dengan orang Malang. Namun, perlahan-lahan, Mas Wardi mulai menyesuaikan diri.
Di Kedang, tepatnya di Desa Mahal, Kecamatan Omesuri, Mas Wardi menetap bersama bapak Amo Uru Odel dan mama Fatima Pisang Nolo Wala. Kini, pasangan suami istri yang baik budi tersebut telah menghadap Sang Khalik. Namun, Mas Wardi masih menetap di rumah yang sama.
Pekerjaan sebagai pemukul batu sebenarnya adalah warisan dari ayahnya yang sudah lebih dahulu bekerja di Kedang sekitar tahun 1996. Menurut Mas Wardi, berkat memukul batu, ia bisa menafkahi sang istri dan ketiga buah hatinya yang kini menetap di kampung halaman, Malang, Jawa Timur.
Hingga kini, Mas Wardi sudah bertandang ke hampir seluruh kampung di Kedang untuk melayani para pelanggan. Penghasilan yang diperoleh juga cukup memuaskan.
“Dulu awal-awal itu harga per kubik 30.000 rupiah. Tapi sekarang sudah naik per kubik 150.000 rupiah,” ungkap Mas Wardi yang mahir berbahasa Kedang tersebut ketika ditemui.
Selain itu, kini pekerjaannya cukup mudah karena dibantu oleh supra-X sederhana sebagai nafas kedua Mas Wardi. Hal ini berbeda ketika awal-awal ia bekerja di Kedang yang hanya mengandalkan kedua kakinya untuk menempuh perjalanan berkilo-kilo. Bukan hanya itu, ia juga dibantu oleh salah seorang temannya yakni Amo Kiri Pitun. Keduanya, tekun dan setia bekerja sebagai pemukul batu di Kedang.
Menurut Mas Wardi, salah satu tantangan terberat baginya yakni ketika para pelanggan tidak membayar tenaganya tepat pada waktunya. Sosok yang malu menagih hutang ini berpesan agar para pelanggan bisa memenuhi kewajiban mereka tepat waktu sehingga pekerjaannya sebagai pemukul batu bisa terus berjalan lancar.
Ada Kisah Gaib
Dalam keyakinan lokal orang Kedang, batu yang berukuran besar memiliki penghuni atau disebut nitung natang wa’ laleng. Walaupun hanya sebuah keyakinan, Mas Wardi, sang pemukul batu mengalami sebuah pengalaman gaib.
Pengalaman tersebut, terjadi di Leu Buri, Kecamatan Buyasuri, ketika ia hendak memukul sebuah batu berukuran besar. Sebelumnya, ia juga sempat mendengar cerita dari warga setempat bahwa batu tersebut memiliki penghuni.
Saat mulai memukul batu, ia merasa merinding, tidak seperti biasanya. Ia yakin bahwa batu tersebut pasti memiliki penghuni. Walaupun demikian, Mas Wardi tetap melanjutkan pekerjaannya tetapi batu tersebut tidak mampu dipecahkan hingga selesai.
Pengalaman yang sama juga dialami oleh ayahnya. Sesuai penuturan mas Wardi, sang ayah pernah mengalami pengalaman gaib setelah memecahkan sebuah batu yang biasa digunakan untuk ritual adat Kedang. Ayahnya langsung menghubungi seorang molan (pemimpin ritual) untuk melakukan seremoni adat agar tidak ada akibat buruk yang menimpah dirinya dan pekerjaannya. Ayahnya bahkan bukan hanya satu kali mengalami pengalaman gaib semacam itu.
“Sungguh yang gaib itu ada,” kata Mas Wardi.
Komentar