oleh

Kopi Tuk Sebuah Kombinasi Unik Antara Kenikmatan Cita Rasa Kopi, Budaya Dan Kearifan Lokal

INBISNIS.ID, BORONG – Mengenal Wilayah Lembah Colol yang terletak di Kecamatan Poco Ranaka Timur, Kabupaten Manggarai Timur, NTT, sejak lama dikenal sebagai daerah penghasil komoditi kopi, yang meliputi Desa Rende Nao, Desa Wejang Mali, Desa Ulu Wae, dan Desa Colol.

Wilayah Colol ini tentu tidak asing lagi bagi semua orang, karena rasa kopinya terbilang premium.

Di Colol, kopi menjadi salah satu daya tarik wisatawan dan mata pencaharian dari warga kampung, saat ini.

Tentunya, beragam upaya untuk menjamin kualitas kopi Colol yang memiliki cita rasa khas ini, kelompok Usaha Bersama (KUBe) Suka Maju Desa Colol, Kecamatan Lamba Leda Timur, Manggarai Timur, NTT, hingga kini masih melegendakan produksi kopi yang diolah secara tradisional yaitu ditumbuk.

Kopi Tuk atau Kopi Tumbuk yang kini diloah oleh KuBe Suka Maju, merupakan cara memproduksi kopi yang diwariskan para leluhur untuk menjamin kualitas dan rasa kopi.

Proses pengolahan biji Kopi menjadi kopi bubuk ditumbuk menggunakan dua bahan tradisional, yaitu lesung, dan halu. Kopi yang ditumbuk, juga merupakan tradisi masyarakat Manggarai tempo dulu.

Kopi dengan pengolahan yang sederhana ini akan membuat para penikmatnya semakin jatuh cinta pada kopi lokal asli Colol  yang mendunia.

Pendamping Kelompok Usaha Bersama (KuBe) Suka Maju Tobo sekaligus founder ‘Kopi Tuk Colol’, Amandus C. Tukeng, saat ditemui media ini,  Rabu (20/10/2021), mengatakan, kopi tentu tidak asing lagi bagi semua orang. Kopi merupakan sebuah komoditas pertanian yang bisa dibilang saat ini menjadi tren bagi semua kalangan.

Lembah Colol sebagai salah satu wilayah penghasil kopi terbaik di Indonesia, dan seiring menggemahnya nama Kopi Colol, kata Amandus, masyarakat pun mulai berlomba-lomba untuk mengelolah kopinya secara mandiri. Hasil olahan berupa produk-produk kopi kemasan pun bermunculan seperti: Kopi Po’ong, Kopi Poco Nembu, Kopi Rodak, Kopi Pait colol, Kopi Tuk Colol dan beberapa produk hasil kreatifitas milenial Colol seperti Gelang Kopi Colol, dan lain-lain.

“Sebagian besar proses pengolahan dari produk-produk kopi ini dilakukan secara modern (menggunakan mesin),” kata Amandus.

Dijelaskan Amandus C. Tukeng, satu-satunya produk kopi yang masih mempertahankan cara pengolahan tradisional adalah “Kopi Tuk Colol”. Keberadaan Kopi Tuk Colol yang bisa dibilang bertahan dalam gempuran arus modernisasi ini menjadi sebuah dorongan juga tantangan tersendiri baginya dalam mempertahankan, menjaga dan merawat sesuatu yg sudah menjadi tradisi.

Lebih Jauh, Ia menjelaskan bahwa, kopi Tuk Colol merupakan sebuah produk kopi kemasan yang proses pengolahannya dilakukan secara tradisional, dimulai dari petik, proses sangrai, proses menjadi bubuk dengan cara ditumbuk menggunakan lesung dan halu, hingga proses pengemasan.

Kopi Tuk Colol dikelolah oleh KUBE Suka Maju Tobo, salah satu kelompok pemberdayaan masyarakat miskin di Desa Colol. Sehingga bisa disimpulkan bahwa Kopi Tuk Colol merupakan suatu produk hasil inovasi kelompok masyarakat miskin di Desa Colol.

Jelas Amandus, kopi yang diproses secara tradisional bukanlah hal yang baru dikalangan masyarakat Lembah Colol.

Pengolahan kopi dengan cara tradisional sudah dilakukan secara turun-temurun. Namun derasnya arus modernisasi membuat pengolahan kopi secara tradisional ini mulai tersingkir.

“Gaya hidup instan masyarakat, serta ketergantungan akan alat-alat pengolahan kopi modern membuat warisan leluhur ini mulai dilupakan.

Amandus Cahaya Tukeng, owner Kopi Tuk Colol yang juga sebagai Pendamping Sosial PKH Kecamatan Poco Ranaka Timur yang mendampingi KPM PKH di Desa Colol menuturkan bahwa Kopi Tuk adalah sesuatu yang kompleks, sebuah kombinasi yang unik antara cita rasa kopi, kesehatan dan  warisan budaya (kearifan lokal), sebuah warisan leluhur yang patut dipertahankan.

“Saya lahir dan besar di wilayah ini. mengenai pengolahan kopi secara tradisional, itu sudah seperti game bagi kami di masa kecil. Kami sering menggunakan peralatan pengolahan kopi tradisional seperti Lesung (ngencung) sebagai wadah yang digunakan untuk kopi dan Halu (Alu) sebagai alat penumbuk kopi. Dan yang pasti Kami menikmati hasil olahan tersebut,” jelas Amandus.

Mengenai Kopi Tuk sebagai warisan budaya yang patut dipertahankan, Amandus mengatakan bahwa sebagian besar generasi muda di Colol Raya ini atau bahkan di wilayah Manggarai tentu sudah pernah melihat peralatan pengolahan kopi tradisional tersebut namun tidak mengetahui sejarah dan filosofi dari benda-benda tersebut.

“Saya sendiri hidup di Lembah Colol ini sudah 30 an tahun. Namun terkait memahami filosofi Lesung dan Halu serta melihat langsung proses pembuatan benda-benda tersebut, itu baru di bulan Mei 2021 kemarin. Jadi saya kaget dan kagum juga saat melihat proses pembuatan lesung itu. Selama 30an tahun ini saya hanya melihat lesung dan halu yg sudah jadi, kemudian menggunakannya tetapi tidak pernah melihat proses pembuatannya. Ternyata sangat unik. Penuh dengan unsur kebudayaan,” terang Amandus.

Amandus juga menjelaskan bahwa selain aroma serta cita rasa kopinya berkelas, Kopi yang diolah secara tradisional memang terbukti sehat. Ia mengatakan bahwa para orang tua terdahulu jarang mengidap penyakit karena memang segala sesuatu yang dikonsumsi serba alami.

Sementara itu, Mikael Human, seorang anggota kelompok yang punya keahlian membuat Lesung menjelaskan bahwa, lesung dan halu merupakan sebuah wadah atau tempat pengolahan makanan yang dipakai masyarakat jaman dahulu. Pengolahan bahan makanan melalui lesung pada umumnya diolah dengan cara ditumbuk. Jenis makanan seperti Padi, jagung, kopi, obat-obatan, dan lain-lain diolah melalui lesung, yang ditumbuk oleh sebatang kayu yang disebut Alu (Halu).

Bagi masyarakat Lembah Colol, Lesung dianggap sebagai seorang “Gadis” yang mampu memberikan kehidupan bagi manusia.

Secara historis, kata Mikael Human, pada jaman dahulu lesung sangat dihormati sekalipun dia merupakan sebuah benda mati. Setiap kali ada lesung baru yang dibuat dan dibawa ke dalam rumah warga, wajib hukumnya untuk dibuatkan acara penerimaan berupa “pandeng cepa” (pemberian sirih pinang) dibarengi dengan mantra khusus sebagai ucapan selamat datang pada Lesung yang hadir.

Acara pandeng cepa konon dipercaya dapat menguatkan lesung agar tidak retak atau pecah ketika digunakan. Penerimaan terhadap Lesung pada jaman dahulu hampir sama persis seperti penerimaan seorang wanita dalam budaya Manggarai, dimana dia dijemput dengan tari-tarian dari anak-anak pemilik rumah.

“Orang tua kita dulu menganggap Lesung sebagai sesuatu yang mampu memberi kehidupan bagi manusia. Pengolahan semua jenis makanan yang masuk ke dalam tubuh manusia itu melalui Lesung ini. Itulah sebabnya kenapa penerimaan Lesung bagi orang tua terdahulu dilakukan dengan cara seperti itu,” tutur Mikael.

Bahkan hingga saat ini masyarakat setempat sangat tidak diijinkan untuk menduduki lesung (lonto ngencung) atau melewati halu (lage alu) karena dianggap pemali.

Lesung juga tidak terbuat dari kayu sembarangan. “Kita buat Lesung itu dari kayu-kayu pilihan, pak. Jadi tidak ambil sembarang kayu. Tidak juga ambil kayu yang masih hidup atau yang masih berdiri kokoh. Harus kayu yang sudah tumbang dengan sendirinya,” Jelas Mikael.

Selanjutnya Mikael menuturkan bahwa para orang tua terdahulu sangat menghormati sesuatu yang hidup. Jadi setiap pohon yang masih berdiri kokoh dianggap mempunyai nyawa.

Karena itu mereka tidak sembarang menebang pohon apalagi mengambil sembarang pohon atau sembarang kayu untuk digunakan dalam jangka waktu yang lama.

“Khusus untuk pembuatan lesung sangat tidak disarankan untuk mengambil pohon yang masih berdiri kokoh, harus mencari pohon yg sudah tumbang (pohon mati). Sedangkan untuk jenis kayu yang diambil dalam pembuatan Lesung maupun halu  adalah jenis kayu yang kuat, berguna dan memiliki khasiat tertentu bagi kesehatan manusia,” jelas Mikael

“Kayu-kayu yang dipilih untuk Lesung itu selain kuat juga punya khasiat tersendiri. Misalnya untuk pengobatan diare, sakit ginjal. Jadi tidak sembarang jenis kayu yang diambil,” terang Mikael.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *