INBISNIS.ID, LEMBATA – Belis atau mas kawin di setiap daerah atau suku bangsa di Indonesia berbeda-beda bentuk dan nilainya. Di Kabupaten Alor, NTT, Moko digunakan sebagai belis populer. Sedangkan orang Lamaholot (di Kabupaten Flores Timur dan sebagian Lembata) menggunakan gading gajah sebagai belis.
Nah, kali ini, INBISNIS.ID akan mengulas tentang gong sebagai belis dan musik tradisional bagi orang Kedang (Edang) yang terdapat di Kabupaten Lembata bagian timur.
Menurut penuturan beberapa narasumber, gong merupakan belis khas dan populer digunakan oleh orang Kedang di Kecamatan Omesuri dan Buyasuri. Asal usul gong sendiri masih sangat kontroversial. Mengapa tidak, orang Kedang sendiri tidak tahu menahu tentang cara membuat atau memproduksi gong tetapi saat ini jumlah gong di Kedang sudah sangat banyak, bisa diperkirakan sudah mencapai ribuan gong. Menurut Frans Paya di desa Leuwayan, gong telah ada di Kedang sejak zaman Majapahit.
“Bisa diperkirakan gong ini berasal dari Jawa waktu ada perdagangan tempo dulu, zaman Majapahit,” ungkap Frans Paya.
Ia menuturkan bahwa zaman dulu gong ini dipakai sebagai musik tradisional orang Kedang. Namun, kemudian dalam perjalanan waktu, gong digunakan sebagai belis atau mas kawin.
Selain sebagai belis, gong juga adalah musik tradisional orang Kedang. Biasanya gong dipukul bersamaan dengan musik gendang (bawa). Musik ini dibunyikan ketika ada hajatan adat, menjemput tamu atau pesta-pesta rakyat lainnya. Ketika gong dan gendang dibunyikan, maka para penari akan menunjukkan tarian khas orang Kedang.
“Harga gong juga lumayan Mahal, ada yang bisa sampai dua atau tiga juta lebih,” jelas Leonardus, Sabtu (13/11).
Walaupun terbilang mahal, gong tetap diandalkan sebagai belis bagi perempuan Kedang.
“Belis adalah simbol bernilai bagi harga diri seorang perempuan, jadi bukan soal harga gong tapi yang penting adalah nilainya bagi perempuan,” ungkap Bota warga Kedang lainnya.
Komentar