INBISNIS.ID, MAKASSAR – Dilansir dari Webinar Nasional Medicolegal, dalam sejarah perumahsakitan di Indonesia, jabatan fungsional hanyalah tenaga kesehatan yang bekerja sesuai profesinya. Apakah itu dokter, perawat, bidan, analist, radiografer sepanjang tupoksinya berhubungan dengan penanganan pasien.
Direktur RS yang dokter dan tidak punya STR dari KKI dan SIP dari Dinas Kesehatan setempat, tidak dikategorikan pejabat fungsional. Dia tergolong dalam jabatan struktural.
Jabatan fungsional inilah selain mendapat gaji bulanan juga mendapat tunjangan medis.
Walau diakui tunjangan medis ini umumnya baru diberikan kepada dokter. Untuk tenaga kesehatan lain biasa barulah dikaitkan dengan tunjangan kinerja sesuai kebijakan manajemen rumah sakit masing-masing.
Dalam regulasi yang diinstruksikan Presiden Jokowi, di mana jabatan eselon III dan IV ditiadakan dan salah satu penggantinya jabatan fungsional dari Analis Hukum di RS Pemerintah. Analis Hukum terbuka di lembaga pemerintahan ini baru dibentuk tahun 2020 dan regulasinya pun sementara digodok oleh Instansi terkait.
Analisis hukum secara tertutup sudah ada seperti yang ada. Di Ditjen Imigrasi, Hak Paten dan Dewan Kurator semuanya di Kemenkumham.
Adapun syarat pejabat yang akan menduduki jabatan tersebut haruslah punya kompetensi di bidang hukum. Ia punya kompetensi hukum perdata, hukum tata usaha negara/ administrasi negara, hukum pidana. Mereka juga harus paham hukum acara sebab kalau RS tempatnya bekerja dituntut karena tuduhan malpraktek misalnya, Dia harus bertindak sebagai lawyer di RS bersangkutan. Selain itu, juga harus paham hukum internasional karena masalah kesehatan tidak bisa lepas dari WHO dan sebagainya.
Demikian dipaparkan DR. Apri, SH., MH mewakili Kepala BHPN dalam Wibiner Nasiobal Medicolegal.yang diadakan PHPI, Kamis (11/12).
Menjawab pertanyaan salah seorang peserta tentang bagaimana tupoksi dan tunjangan, sementara digodok antara Ditjen Yankes Kemenkes BPHN dan Kemenpan PAN. Di sinilah diharapkan peranan PHPI yang batu dilantik Sekditjen Yankes, untuk memberi masukan.
Secara khusus mereka yang bisa menduduki jabatan tersebut selain kompetensi keilmuan juga mempunyai: kemampuan teknis, pendidikan dan pelatihan yang diikuti, kemampuan manajemen serta kemampuan di bidang sosial kultural.
Adapun jenjang kepangkatan terdapat tiga kategori yakni ahli pertama, ahli muda dan ahli madya. tutur Apri dalam makalah berjudul Peranan Hukum Dalam Membangun Tata Kelola Administrasi Hukum RS.
“Paling mendasar, Analis Hukum Perumahsakitan tahu membedakan antara pelanggaran etik dengan pelanggaran hukum, Sebab masalah tsb penanganannya berbeda,” tegasnya.
Apri tidak menjelaskan apakah RS swasta juga wajib memberadakan Analis Hukum Fungsional.
Karena bagaimanapun juga jabatan tersebut berkaitan dengan masalah pendanaan. Berbeda dengan RS Pemerintah yang gajinya ditanggung oleh APBN.
(A Rivai Pakki/Redaksi)
Komentar