INBISNIS.ID, MAKASSAR – Pandemi Covid-19 yang bermula di Provinsi Wuhan Cina 31 Desember 2019, sampai sekarang masih jadi momok di semua Negara.
Tanda tanda akan segera berakhir masih jauh dari keadaan di lapangan, pada bulan Februari kembali terjadi peningkatan sangat signifikan di berbagai daerah.
Beberapa waktu lalu terjadi paparan Covid pada ribuan narapidana di Thailand. Tentu saja hal ini akan menjadi beban berat bagi Kerajaan Monarki itu.
“Akhirnya Pemerintah Thailand mengambil kebijakan yang cukup berani dan terukur, semua Rumah sakit yang merawat pasien Covid yang dirujuk dari Penjara, diberi obat ekstrak Daun Sambiloto, semuanya sembuh,” papar DR. Dr. Inggrid Tania M.Si, Ketum Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI) pada Webiner bertajuk Kenali, Cegah dan Atasi Omicron (13/2).
Menjawab pertanyaan seorang peserta bagaimana dosisnya, masalah takaran obat yang diminum belum ada kesamaan. Masing-masing produsen mengambil referensi tersendiri, papar Pakar Obat Herbal tersebut.
Maklum, esktrak Daun Sambiloto masih termasuk Obat Herbal Terdaftar (OHT). Beda dengan obat penurunan panas, antipiretik Parasetamol misalnya, apa merek dagangnya dosisnya tetap sama pada semua pasien.
Adapun obat herbal tersebut telah terdaftar di BPOM dan aman bagi binatang percobaan setelah test laboratorium namun belum ada evidanced based dengan uji klinis dari pasien (manusia)
Mengenai pemberian bahan alam, beberapa waktu yang lalu terungkap dalam Webiner RSUP WS Makassar, Departemen Gizi RSUPWS menyuguhkan minuman jamu dua kali sehari kepada semua pasien Covid.
Menurut Inggrid Tania, hal serupa banyak dipraktekan pada rumah sakit-rumah sakit di Pakistan, pasien Covid diberi tambahan komplementer jamu Habbatus Sauda tiap hari. Namun pasien tetap mengomsumsi obat obat kimia.
Adapun obat herbal yang sudah uji laboratorium dan uji klinis pada manusia, dikatagorikan BPOM sebagai Fitofarmaka.
Fitofarmaka artinya sudah punya izin resmi, sebab telah melalui uji laboratorium, binatang percobaan dan uji klinis dari sejumlah relawan. Jadi selain aman, juga komposisi zat yang dikandung semuanya sudah teruji di laboratorium. Mengenai side efek, bagaimana mekanisme kerjanya, dosis, kontraindikasi dan sebagainya sudah divalidasi.
Seorang Farmakolog dari FKUH mengakui, salah satu tingkat kesulitan dalam uji klinis bahan herbal, tak lain satu jenis tanaman memiliki beberapa unsur di dalamnya. Butuh banyak dana, termasuk laboratorium canggih, sebab unsur unsur yang ditemukan harus dipisahkan dulu, baru menentukan unsur apa yang mau diteliti. Lain dengan uji klinis obat kimia umumnya satu unsur, jadi mudah menarik simpulan tentang khasiat obat kimia tersebut.
(A Rivai Pakki/HS)
Komentar