INBISNIS.ID, MAKASSAR – Pengalaman pahit kasus kerugian Dana Pengelolalan BPJS Ketenakerjaan yang terungkap tahun lalu, jangan sampai terulang kembali.
Pasalnya, kasus kerugian Negara yang terjadi di BPJS Ketenagakerjaan sampai sekarang belum bisa dibuktikan, ujung-ujungnya kalau dua alat bukti tidak ada, kasus akan di SP3kan.
Hal ini bisa terjadi kembali pada Jaminan Hari Tua (JHT) yang dalam Permenakertrans Ida Fauzyah, salah satu diktumnya nanti usia 56 tahun baru boleh dicairkan. Walau Peraturan ini nanti berlaku 4 Mei mendatang namun sangat mencederai kepentingan buruh.
Belum lagi faktor kebutuhan pekerja bagaimana bisa menjadi dana talangan buruh saat di PHK, waktu mengalami musibah dan lain sebagainya.
“Contoh dana BPJS Ketenagakerjaan di atas, nasibnya tidak jelas. Kalau Jampidsus sudah angkat tangan, berarti sudah tertutup kemungkinan melanjutkan proses hukum kasus dugaan korupsi tersebut.”
Demikian diutarakan Ir. M. Natsir Sikki, Ketua Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi, Pertambangan, Minyak Gas Bumi dan Umum (FSP KEP-KSPI) Sulawesi Selatan kepada INBISNIS.ID, Kamis (17/2) via wawancara WA.
Ir. M. Natsir Sikki putra Karaeng Jeneponto itu menengarai dana JHT sudah terpakai untuk pembangunan infrastruktur. Ia perkirakan jumlahnya sekitar Rp73 Triliun, jauh lebih kecil dari berita yang beredar.
“Makanya sesuai kesepekatan Konfederasi buruh di Pusat, 15 Serikat Buruh akan menolak Peraturan Menakestrans ini sampai dicabut. Jalan terakhir akan menempuh jalur hukum, yang sekarang sudah didahului dengan aksi demo secara damai,” ujar M. Natsir Sikki.
Aksi turun ke jalan pada tanggal (16/2) kemarin, 15 organisasi Serikat Pekerja ikut serta sesuai instruksi dari masing masing Induk organisasi. Pengalaman waktu penolakan UU Cipta Kerja, walau tidak berhasil sepenuhnya, namun sebagian tuntutan kita dikabulkan MK.
“Tidak ada kata menyerah dan aksi demo secara damai tidak bertentangan dengan UU. Pengalaman waktu penolakan UU Cipta Kerja, walau tidak berhasil sepenuhnya, sebagian tuntutan kita dikabulkan MK,” lanjutnya.
Perjuangan ini memang terjal dan berliku, karena kami berhadapan dengan Penguasa dan tidak didukung oleh Pengusaha. Kami demo dengan kemampuan masing-masing, tidak ada sponsor, murni dari kantong pekerja dan organisasi, demi mengubah nasib buruh ke kehidupan yang lebih baik.
“Kami sudah menarik iuran 1% dari upah pekerja untuk kepentingan organisasi. Dana itulah kami pakai untuk membuat spanduk, beli minuman dan lain-lain,” pungkas M. Natsir Sikki.
(A Rivai Pakki/HS)
Komentar