INBISNIS.ID, PALEMBANG – Program peremajaan sawit rakyat (PSR) dinilai bisa mengatasi permasalahan petani sawit yang ada di Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel). Namun, untuk mengajukan PSR petani masih mengalami beberapa kendala. Kendala yang paling krusial yakni masih ada lahan petani yang diklaim masuk daerah kawasan hutan.
“Terdapat lahan kebun sawit masyarakat di dalam kawasan hutan tetapi belum mendapat legalitas dari KLHK. Sehingga dalam hal ini kita terus mencari solusinya,” jelas Wiwik,
Staf Direktorat Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan, Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dalam Webinar Seri 6 bertema “Dampak Positif Program Sarpras dan Pengembangan SDM Bagi Petani Sawit, di Sumsel, kemarin.
KLHK sudah mengidentifikasi dan menginventarisasi sawit rakyat dalam kawasan hutan dengan beberapa tahapan: Pertama, KLHK telah berkoordinasi dengan Ditjen Perkebunan, Kementerian Pertanian, untuk mengumpulkan data sawit rakyat (By Name, By Address, By Location/Tabular dan Peta Spasial).
Kedua, melakukan pengumpulan Data Permohonan Masyarakat Kepada KLHK melalui Perhutanan Sosial dan TORA. Ketiga, mengkompilasi data Permohonan Sawit Rakyat untuk penyelesaian melalui UUCK 11 2020 dan PP No.24 Tahun 2021.
“Nah terkait dengan legalitas inilah, masih ada beberapa kebun sawit rakyat yang berada dalam daerah kawasan sehingga legalitasnya belum pasti,” jelas Wiwik.
Ada beberapa dasar hukum penyelesaian sawit rakyat dalam kawasan hutan. Solusi penyelesaian sawit rakyat dalam kawasan hutan tertuang dalam pasal 110 B UUCK dan PP 24 tahun 2021.
“Bahkan masyarakat yang bertempat tinggal di dalam dan/atau isekitar kawasan hutan paling singkat 5 tahun secara terus-menerus dengan luasan paling banyak 5 hektar, dikecualikan dari sanksi administratif,” jelas Wiwik.
Hal ini diharapkan jadi solusi dalam mengatasi lahan petani yang sudah dibudidayakan selama puluhan tahun.
Namun ditambahkannya, ada beberapa manfaat PSR secara umum, diantaranya pelaksanaan PSR harus berupa kelembagaan petani, membuat lembaga petani yang sebelumnya mati suri menjadi aktif kembali dan menjadi wadah bagi penyaluran aspirasi petani.
Jaminan pelaksanaan usaha sawit yang berkelanjutan. Kebun yang diremajakan mengikuti standar pembukaan lahan tanpa bakar, terjaminnya bibit yang digunakan bersertifikat dan perawatan serta pemupukan sesuai dengan standar teknis.
(Redaksi)
Well, Silahkan tulis pendapatnya di kolom komentar ya.
Komentar