oleh

Metode Hidroganik, Tanam Padi di Lahan Sempit

INBISNIS.ID, MALANG – Salah satu langkah menuju kemandirian pangan adalah melakukan penanaman padi di lahan yang terbatas. Teknik yang digunakan yaitu hidroganik.

Teknik bercocok tanam dengan memanfaatkan lahan sempit kini semakin giat dikembangkan karena memiliki potensi yang tak kalah dari petak sawah atau kebun.

Bahkan, tanaman yang dibudidayakan di tanah sempit tak lagi melulu sayuran atau buah-buahan melainkan padi seperti di sawah kebanyakan.

Teknik ini pernah dikembangkan oleh seorang petani asal Malang, Jawa Timur yang bernama Basiri dengan menggunakan media tanam berupa gelas plastik bekas dan pipa paralon.

Petani asal Desa Kanigoro, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang, itu, awalnya harus melewati serangkaian uji coba dan kegagalan berkali-kali saat awal-awal mencoba menanam.

Berbekal situs informasi pertanian organik berbahasa Inggris di luar negeri, Basiri dengan tekun bereksperimen hingga akhirnya menemukan formula tanam yang tepat.

Ia melubangi paralon ukuran 4 dengan diameter 8 sentimeter untuk tempat gelas plastik, kemudian mulai menanam padi di atasnya dengan jarak antar lubang sekitar 25 sentimeter.

Tanaman padi ditanam di dalam cup plastik kompos dan sekam bakar, diletakkan di pipa-pipa paralon yang teraliri air dan nutrisi dari sumber air kolam ikan.

Tanaman mendapatkan nutrisi dari pupuk kompos yang terdapat di media tanam, selain itu nutrisi juga diperoleh melalui kotoran ikan dari kolam yang disalurkan melalui pipa-pipa atau paralon.

Inilah simbiosis mutualisme antara ikan dan tanaman, ikan mendapatkan makanan dari daun-daunan yang sudah layu sedangkan tanaman mendapatkan nutrisi dari kotoran ikan.

Media tanam padi hidroganik berupa cup awalnya dilubangi, dan di bagian bawahnya diberi kain agar lebih mudah penyerapan air oleh tanaman.

Kotoran-kotoran ikan lama kelamaan juga akan menempel pada media tanam, kotoran inilah yang akan menjadi nutrisi bagi tanaman.

Karena itulah tidak perlu pupuk kimia atau pestisida dalam prosesnya, bahkan apabila menggunakan pestisida justru akan mencemari dan berbahaya untuk ikan di bawahnya.

Basiri menggunakan gelas plastik bekas setinggi 12,5 centimeter dengan diameter atas 8 sentimeter dan telah diberi lubang di bagian bawah sebanyak 12 titik.

Setelah padi berumur tujuh hari, gelas plastik kemudian dipindah ke instalasi pipa paralon. Sebagai media tanam, Basiri menggunakan arang sekam dan bubuk organik dengan perbandingan 1:3 dan tidak menggunakan tanah sama sekali.

Menurut Basiri, setiap anakan trida padi bisa mencapai rata-rata 10-12 buah dan setiap bulitnya menghasilkan sekitar 150-200 butir padi.

Jumlah berasnya tentu akan semakin banyak jika lahannya semakin luas. Lantaran hasilnya bagus, Basiri pun semakin bersemangat meningkatkan kemampuannya.

Keberhasilan Basiri menanam padi dengan metode hidroganik tersebut kemudian menarik banyak pihak untuk datang dan belajar pada dirinya.

Atas saran para akademisi yang mengunjungi dirinya, ia mengajukan hak paten pada 2017 agar karyanya tersebut tidak dijiplak orang lain.

Dalam pengajuan hak paten tersebut, Basiri menggunakan nama “Padi Hidroponik Organik Basiri”, yang kemudian disebutnya sebagai “Padi Hidroganik”. Basiri pun terus mengembangkan budidaya padi hidroganik tersebut dengan Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan (DTPHP) Kabupaten Malang.

Bakal menjadi solusi bagi masyarakat untuk berdaulat dibidang pangan kedepannya, Busiri berencana akan terus meningkatkan kemampuan dari padi hidroganik temuannya tersebut.

Teknik bercocok tanamnya itu bahkan telah dilirik oleh petani di luar Jawa maupun para pengusaha yang ingin mencoba menerapkan metode tersebut di tempat-tempat usahanya.

Basiri juga berharap jika metode hidroganik tersebut bisa diterapkan secara luas, kedaulatan pangan dalam lingkungan keluarga bukanlah menjadi hal yang mustahil untuk dicapai.

Terlebih jika dilakukan dalam skala besar, tentu imbasnya akan terasa hingga menjadi kedaulatan pangan secara nasional.

Terobosan inovasi Basiri berupa tanam padi hidroganik di atas memiliki banyak manfaat yang nyata. Tak hanya membantu menguatkan ketahanan pangan, tapi juga itu melestarikan sekaligus mengelola lingkungan dengan cara yang lebih sehat. Terutama di lahan-lahan sempit perkotaan. Apalagi kalau hasilnya melimpah bisa sekalian dijual pula.

Sumber : Bogor Daily

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *