oleh

Merinding, 2 Suku di Labolewa Gelar Ritual Adat Pemasangan Plang Larangan di Lokasi Waduk Lambo

INBISNIS.ID, NAGEKEO – Suku Ebu Dai dan suku Ana Nuwa dari Persekutuan Masyarakat Adat Labolewa, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo, provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) melaksanakan ritual adat pemasangan plang larangan beraktifitas di atas tanah suku Mereka, Rabu (17/11/2021).

Puluhan hektar tanah ulayat suku Ebu Dai dan Ana Nuwa masuk dalam areal genangan  Proyek Strategis Nasional (PSN) Waduk Lambo atau Bendungan Mbay.

Tapi Sayang, masyarakat pemilik tanah ulayat Suku Ebu Dai dan Ana Nuwa tidak dilibatkan dalam setiap tahapan proses,  menuju pembangunan waduk Lambo, dari tahapan sosialisasi hingga musyawarah ganti rugi.

Buntut dari persolan tersebut suku Ebu Dai dan Ana Nuwa berupaya memperjuangkan hak-hak mereka, hingga meminta bantuan Hukum kepada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Nurani dibawah pimpinan Mbulang Lukas, SH dan menggelar ritual Adat pemasangan plang larangan tersebut.

Disaksikan oleh media INBISNIS.ID, ritual tersebut dilaksanakan dengan penuh kesakralan. Plang larangan dimatrai dengan darah babi yang dilantunkan dengan mantra adat di depan Rumah Adat Suku Ebu Dai.

Setelah melaksanakan ritual adat masyarakat suku Ebu Dai dan suku Ana Nuwa beserta masyarakat adat Labolewa lainya  memasang plang secara bersama-sama pada titik lokasi yang merupakan hak milik suku Ebu Dai dan Ana Nuwa.

Selanjutnya, mereka mengitari sejumlah titik lokasi ritual adat masyarakat adat Ebu Dai dan Ana Nuwa  dan berpuncak pada lokasi makam leluhur mereka yang kemungkinan akan ditenggelamkan karena termasuk areal genangan waduk Lambo.

Merinding, pengakuan masyarakat adat Labolewa, mereka meyakini bahwa melalui ritual adat tersebut  jika ada oknum-oknum yang berupaya mengkhianati dan berbuat seleweng akan terkena balanya.

Penelusuran media INBISNIS, kemungkinan besar situs budaya dan areal ritual adat masyarakat suku Ebu Dai dan Ana Nuwa terdampak pembangunan Waduk Lambo dan terancam hilang.

Masyarakat Adat Labolewa laksanakan Ritual Adat

Selis Lado Lara, salah satu Tokoh mudah Suku Ebu Dai, kepada INBISNIS.ID menerangkan bahwa ritual adat dan pemasangan plang larangan di lokasi tanah suku Ebu Dai dan Ana Nuwa merupakan upaya suku menegaskan eksistensi mereka sebagai pemilik ulayat yang sesungguhnya agar tidak dicaplok pihak lain.

“Kegiatan hari ini sebetulnya kami pasang baliho yang isinya hentikan proses pembangunan waduk Lambo di tanah Adat  dan wilayah ritual suku Ebu Dai.” Jelas Selis.

“Kami masyarakat adat Labolewa bersama-sama turun ke lokasi ritual untuk pasang plang untuk minta hentikan segala aktivitas pembangunan waduk dihentikan karena kami merasa sejak awal kami tidak diundang dalam semua tahapan proses ini, kami tidak dilibatkan, “Urai Selis.

Selis mengaku pihaknya lah yang menandatangani proses ijin survey lokasi pembangunan waduk Lambo dan tokoh adat suku Ebu Dai atas nama, Serfas Paga, Kemudian dipilih menjadi ketua Tim pelaksanaan kegiatan Survei oleh Balai Wilayah Sungai (BWS). Tapi sayang, masyarakat suku Ebu Dai tidak diikutsertakan dalam proses kegiatan survei tersebut.

“Termasuk bapak besar saya, Pak Serfas Paga yang menandatangani ijin survei saat itu dan dipilih jadi ketua Tim, tapi dalam perjalanan tidak dilibatkan dalam kegiatan survei dan kegiatan-kegiatan lainnya,” Terangnya.

Selis Berharap agar pemerintah bersifat transparan dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nagekeo harus mempresentasikan data tanah terdampak pembangunan Waduk Lambo karena masyarakat suku Ebu Dai dan Ana Nuwa pemilik hak ulayat tidak terakomodir, justru yang terdata adalah mereka yang sesungguhnya tidak memiliki hak atas tanah Adat suku Ebu Dai dan Ana Nuwa.

“Pemerintah harus transparan dan kami minta ke BPN juga untuk buka data karena banyak hak-hak ulayat masyarakat Ebu Dai tidak diakomodir dalam data peta bidang yang diakomodir adalah penggarap,” demikian ucap selis yang dikutip INBISNIS.ID.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *