oleh

Mengintip Kisah Petrus Ditimang Kerasnya Kehidupan Demi Anak Jadi Sarjana

-Daerah-1,155 views

INBISNIS.ID, LARANTUKA – Embun pagi hinggap di tubuh Petrus Moan Rotan dan Maria Didan Liwu. Hawanya lebih dingin meski rumah pasutri itu tak jauh dari pantai.

Petrus Moan Rotan (50), merupakan sesosok ayah pekerja serabutan. Demi menyokong ekonomi keluarga, pria yang akrab disebut Bapa Maha tak patah arang kendati ditimang kerasnya kehidupan.

Merangkap mata pencaharian sebagai petani dan nelayan rupanya belum mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga. Karena itu, ia bersama istrinya Maria Didan Liwu membuat kue pisang moleng yang dijual keliling seputar wilayah Desa Ojandetun, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur.

Saat sunrise masih tertidur pulas, Maha bersama Didan sudah beranjak dari ranjang tidur. Pasutri harmonis itu rutin bangun subuh tepat pukul 04.00 wita demi misi mengais lembaran rupiah. Geliatnya bikin saya afinitas.

Maha tampak telaten menggelung adonan pada irisan pisang kepok yang sudah direbus. Sementara istrinya Didan mulai memaskan wajan diatas tungku kayu bakar. Keduanya menampik embun pagi dengan semangat yang membara.

Mata mereka sontak berpaling ke arah belakang. Sambil tersenyum lepas, tatapan itu menyambut saya yang menyambangi beranda dapur berbahan utama bambu cincang dengan beberapa sudut mulai lapuk termakan rayap.

“Tunggu sebentar, Mama putar kopi,” ujar Didan sambil menyambar gelas kecil. Sudah jadi tradisi keluarga sederhana itu saat melayani tamu, tak peduli sesibuk apa pekerjaannya.

Sambil menunggu kopi panas, Maha menuturkan sudah lima tahun menjual kue yang hasilnya untuk tambahan amunisi membiayai anak sulungnya yang akan masuk perguruan tinggi.

“Dari kecil saya sudah jadi nelayan tapi hasilnya minim. Saya akan bekerja sekuat tenaga agar anak-anak bisa sarjana,” ujar pria kelahiran 1971, Senin (21/03/2022).

Di rumah, Maha dibantu Didan menafkahi dua orang anak, Paskalia Huneng Liwu dan Yohanes Mario Rotan. Demi sang buah hati, Maha tak gentar menggadapi getirnya kehidupan.

Selepas membuat kue, Maha bergegas melaut menggunakan perahu tanpa mesin. Langkahnya sedikit terhambat sebab salah satu kakinya agak cacat. Ia mengaku getir di darat sama halnya ketika melaut lantaran tanpa didukung fasilitas alat tangkap.

“Ya, mau bagimana? Harus melaut supaya menghemat uang lauk,” ujar pria berzodiag pieces itu.

Beberapa tahun belakangan, Maha bersama rekan nelayan sempat mengutarakan isi hati mereka ke Pemerintah Desa Ojandetung untuk memberdayakan nasib nelayan.

“Sampai sekarang belum ada sentuhan. Sudah beberapa kali kami minta bantuan dari Desa tapi belum ada jawaban,” katanya.

Hal serupa juga diutarakan Warat Onan. Menurutnya, sebagian besar nelayan Ojandetun hanya mengandalkan alat tangkap sederhana sehingga hasil tangkapan sering minim meski potensi ikan cukup melimpah.

“Kami tidak berharap diberi bantuan mahal. Pukat kecil saja sudah cukup pak,” imbuh pria setengah baya itu.

Ia mengatakan, ikan yang ditangkap untuk kebutuhan lauk pauk di rumah. Jika rejeki lagi baik, beberapa ekor ikan pancingan dijual ke masyarakat setempat.

Sementara Kepala Desa Ojandetun, Yohanes Nani Ipir mengkalim pernah memberdayakan nelayan dengan membeli pukat menggunakan dana desa. Namun, pukat itu hanya menyasar beberapa orang.

“Desa menyiapkan pukat. Kalau sarana prasarana lain sejauh ini kita belum lakukan,” ujarnya.

Ia mengaku pernah menyampaikan keluhan masyarakat ke Dinas Perikanan Kabupaten Flores Timur namun belum ada tanggapan.

“Saya sudah berupaya ke Dinas Perikanan tapi belum ada jawaban,” ungkapnya.

Dihadapan awak media, Kades Yohanes berjanji akan terus berusaha menjawab kebutuhan masyarakat nelayan.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *