oleh

Peluncuran IKaL, Sosiolog Harapkan “Sare Dame” Tidak Eksploitasi Budaya Lembata

-Daerah-1,404 views

INBISNIS.ID, LEMBATA – Logo Istitut Kebudayaan Lembata (IKaL) telah diluncurkan, Sabtu (5/3) bertepatan dengan diskusi virtual dengan tema: Membaca Perspektif R. H. Barnes, tentang Kebudayaan Kedang dan Lamalera dalam Upaya Pemajuan Kebudayaan Lembata. Kegiatan ini, menghadirkan dua pembicara yakni Benyamin Molan Amuntoda, peneliti kebudayaan, penulis dan Dosen filsafat Unika Atmajaya, Jakarta dan Charles Beraf, Pastor katolik yang juga adalah Sosiolog. Selain itu, moderator diambil alih oleh Alexander Aur Apelaby, Dosen filsafat Universitas Pelita Harapan Tangerang-Banten. Hadir pula Dr. Hilmar Faris, Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek RI yang membawakan pidato kebudayaan.

Dalam diskusi ini, Charles Beraf menegaskan, orang Lembata di Nusa Tenggara Timur sangat kaya akan budaya. Dua etnik besar yakni Lamaholot dan Kedang tidak saling terpisahkan tetapi saling melengkapi karena ada aspek-aspek budaya tertentu yang mirip. Ia juga menegaskan, budaya Lembata mesti terus digali dan diangkat dalam konteks memajukan kebudayaan. Walaupun demikian, ada satu catatan penting yang ia kemukakan yakni, ketakutan adanya bahaya eksploitasi budaya Lembata.

“Kegiatan eksplorasi budaya atau sare dame yang dilakukan Pemda Lembata tidak boleh mengeksploitasi budaya Lembata,” ungkapnya.

Menurutnya, kegiatan sare dame bukan sekadar menampilkan kebudayaan Lembata sebagai tontonan semata tetapi yang paling penting adalah menggali nilainya agar menjadi pedoman dalam pembangunan Lembata berbasis budaya. Bukan hanya itu, ada pula ketakutan lain yakni bahaya komodifikasi budaya atau budaya dijadikan semata-mata sebagai lahan bisnis untuk mendatangkan rupiah.

Selain itu, Benyamin Molan Amuntoda, menegaskan bahwa budaya, khususnya di Kedang, Lembata, adalah sebuah sistem yang sudah diatur oleh para leluhur. Ia berbicara khusus terkait buku karya R. H. Barnes, Profesor Antropologi Sosial di Universitas Oxford yang pernah melakukan penelitian tentang etnik Kedang di Kabupaten Lembata. Menurutnya, kini sudah saatnya orang Kedang dan Lembata secara umum beralih secara perlahan dari budaya tutur kepada budaya tulis agar kebudayaan Lembata bisa diwariskan lebih sistematis dan terarah.

Institiut Kebudayaan Lembata (IKaL), pada mulanya lahir atas kesepakatan para cendekiawan atau intelektual yang berasal dari Kabupaten Lembata. IKaL dilahirkan dengan orientasi pada pemajuan Kebudayaan Lembata. Hal ini, dijelaskan oleh Pieter P. Pureklolon. IKaL menjadi wadah yang tepat untuk mengangkat dan mendiskusikan kehidupan berkebudayaan di Lembata.

Pada diskusi virtual perdana ini, terlihat partisipan sangat responsif. Banyak pertanyaan dan diskusi berjalan lancar. Namun demikian, kuota untuk partipan dibatasi hanya untuk 100 orang sehingga banyak peserta yang tidak mendapatkan kesempatan untuk mengikuti diskusi ini.

(Redaksi)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *