INBISNIS.ID, BALI – Sektor properti turut andil dalam menciptakan emisi karbon secara global, baik dalam proses pembangunan maupun penggunaannya. Para developer dan pengguna properti perlu mawas soal upaya menekan emisi karbon dengan menerapkan prinsip ekonomi hijau.
Berdasarkan data Singapore Green Building Council (SGBC), pembangunan properti turut andil dalam 40 persen emisi karbon secara global. Di Singapura sendiri, properti menyumbang lebih dari 20 persen emisi karbon negara itu.
Sayangnya, jika properti di negara berkembang lebih bergantung pada energi terbarukan, artinya mereka harus menggunakan teknologi yang lebih mahal.
Belum lagi kebanyakan teknologi pendukung penggunaan energi terbarukan diproduksi di negara-negara maju.
Baca juga : Kavling Pantai Pasir Putih, Ramaikan Geliat Bisnis Property
Melihat biaya teknologi disertai nilai mata uang yang terus menurun, maka negara berkembang akan semakin kesulitan untuk mengurangi emisi karbon dari sektor properti dan konstruksi.
Apalagi, tanpa adanya manfaat nyata dan langsung, biaya pendanaan energi terbarukan akan menghambat pemilik properti untuk memperbaiki aset mereka.
Oleh karena itu, diharapkan ada kebijakan dari pemerintah untuk memberi insentif kepada pemilik properti.
Misalnya, lewat kebijakan menurunkan pajak properti atau pemberian izin pengembangan dengan kepadatan lebih tinggi atas syarat bangunan dirancang sesuai kriteria bangunan hijau.
Adapun hal ini diharapkan bisa membantu rencana jangka pendek Indonesia yang ingin meningkatkan pasokan energi baru dan terbarukan menjadi 23 persen dari bauran energi primer pada tahun 2025.
Juga cita-cita Indonesia untuk setidaknya meningkatkan pasokan energi baru dan terbarukan sebanyak 31 persen pada tahun 2050.
Pembangunan properti baru yang mengimplementasikan prinsip ekonomi hijau, serta transisi energi dari properti-properti eksisting dapat menjadi upaya untuk mencapai emisi karbon yang netral (net zero carbon emission).
Baca juga :Kavling Gorontalo, Paduan Kawasan Pariwisata dan Kawasan Hunian
Sementara itu, dikutip dari kompas.com, Global Status Report for Buildings and Construction 2019 menyebutkan terdapat tiga hal yang bisa dilakukan pemilik properti agar bisa mencapai emisi nol bersih.
Pertama adalah renewables atau energi terbarukan. Langkah ini merupakan solusi jangka pendek yang membutuhkan capital expenditure atau belanja modal lebih rendah dari langkah pengurangan emisi lain.
Sebagai contoh, pemilik properti mencapai hal ini dengan mengalihkan penggunaan energi ke energi terbarukan, seperti penggunaan solar panel atap.
Kedua adalah retrofitting yang melibatkan pemasangan sistem Heating Ventilation and Air Conditioner (HVAC) yang terhubung ke energi terbarukan seperti solar panel dan turbin angin.
Langkah retrofitting juga bisa diwujudkan lewat penyediaan parkir sepeda untuk masyarakat yang ingin bepergian menggunakan sepeda.
Ketiga adalah responsible ownership atau kepemilikan yang bertanggung jawab. Investor atau pengelola properti harus berusaha untuk meningkatkan kinerja lingkungan bangunan mereka.
Hal ini juga termasuk tindakan mendorong penyewa atau penghuni untuk mempertimbangkan pola konsumsi energi.
(Redaksi)
Well, Silahkan tulis pendapatnya di kolom komentar ya.
Komentar