oleh

Nenek 82 Tahun di NTT, Puluhan Tahun  Huni Gubuk Reyot   

INBISNIS.ID, BORONG – Dana Desa (DD) yang dikucurkan oleh pemerintah bertujuan untuk meretas kemiskinan. Namun, yang terjadi masih banyak warga Desa yang hidupnya di bawah garis kemiskinan. Program bedah rumah tidak layak huni (RTLH) dari dana Desa pun masih belum merata.

Seperti yang dialami nenek Rosalia Ngene berusia 82 tahun tinggal di sebuah rumah reyot di Dusun Heso, Desa Golo Wune, Kecamatan Lamba Leda Selatan, Manggarai Timur, NTT. Kini, Ia hidup bersama seorang anaknya setelah suaminya meninggal puluhan tahun lalu.

Kehidupan nenek Rosalia  ini sungguh memilukan. Ia hidup serba kekurangan bersama anak kandungnya, Herman Jata (50).

Di gubuk reyot  berlantai tanah, dinding bambu dan beratapkan seng ini mereka bertahan hidup selama puluhan tahun.

Selain itu, kondisi dinding gubuk itu sudah banyak bolong termakan usia. Atapnya juga sudah banyak bocor. Saat hujan, mereka mencari bagian yang aman agar bisa istirahat.

Lebih sedihnya lagi, nenek Rosalia dan puteranya tinggal di gubuk itu tanpa penerangan listrik. Meskipun jaringan listrik negara sudah masuk di dusun Heso, tetapi mereka tak punya biaya untuk membeli meteran dan instalasi.

Rosalia bersama putranya, pada malam hari pun mereka mengandalkan lampu pelita yang berbahan bakar minyak tanah. Jika minyak tanah habis, mereka terkadang makan malam dengan mengandalkan penerangan api dari tungku.

Selain itu, nenek Rosalia juga tidur tanpa kasur. Ia tidur hanya beralaskan tikar yang sudah usang.

Herman Jata, mengisahkan bahwa, setiap hari Ia tidak bisa berbuat banyak. Dirinya tak bisa bekerja di tempat yang jauh karena sang ibu sudah sakit-sakitan. Setiap hari, Ia harus memasak dan memberi makan untuk sang ibu.

“Paling saya keluar pergi cari kayu, ubi, dan sayur ke kebun. Tidak bisa lama juga. Karena, mama tidak bisa buat apa-apa lagi. Semuanya serba dibantu,” tutur Herman kepada media ini, Sabtu (26/06/2022).

Lantaran tak bisa mencari uang di tempat jauh, Herman dan nenek Rosa pun hidup apa adanya. Saat ada uang, hasil kerja serabutan, mereka bisa beli beras. Saat tak ada beras, keduanya hanya mengkonsumsi pisang dan ubi kayu.

“Seringkali rebus ubi dan pisang saja. Supaya kencang, saya buatkan sayur. Sayur juga tidak pernah yang namanya pakai minyak goreng. Mau beli minyak goreng, uang dari mana. Intinya kami bisa kenyang dan badan sehat,” ungkap Herman.

Herman mengaku, tidak pernah dapat bantuan sosial dari pemerintah seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).

“Paling yang dapat ini Bantuan Langsung Tunai (BLT) Covid-19 dari desa. Untuk dari Pemerintah Kabupaten dan Pusat sama sekali belum pernah. Tidak tahu juga apa alasannya,” ujarnya.

Ia pun berharap, pemerintah bisa membuka mata dengan kondisi keluarganya. Apalagi, kini sang ibu, sudah sakit-sakitan.

Kini, Herman dan nenek Rosalia mengaku sangat membutuhkan penerangan listrik. Apalagi sudah hampir dua tahun listrik negara sudah masuk di kampung itu.

“Yang kami sangat butuh sekarang ini listrik. Jujur, kami sangat merindukan itu. Mau beli uang dari mana. Untuk makan saja kami ini susah,” ungkap Herman.

Herman berharap ada orang baik yang bisa membantu mereka untuk mengadakan meteran listrik.

“Biar meteran kecil saja. Intinya rumah kami tidak gelap gulita setiap malam.” pungkasnya.

(Redaksi)

Well, Silahkan tulis pendapatnya di kolom komentar ya.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *