INBISNIS.ID, DENPASAR – Anggota MPR RI Made Mangku Pastika mengajak puluhan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Bali untuk mewaspadai ancaman terhadap keutuhan NKRI dan Pancasila di era globalisasi.
Hal tersebut disampaikannya di sela-sela diskusi dengan tema “Mengaktulisasikan Implementasi Empat Konsensus Kebangsaan untuk Menjaga dan Menguatkan Keutuhan NKRI” pada, Sabtu (16/4/22) di Gallery Gujji Cafe Jln. Merdeka, Tanjung Bungkak Denpasar.
Menurut mantan Gubernur Bali periode 2008-2018 ini, tantangan mempertahankan Pancasila dan keutuhan NKRI tidaklah ringan di era globalisasi dewasa ini. Negara ini bisa saja seketika hancur jika kaum intelektualnya disusupi paham-paham radikal.
“Kalau hal ini tidak diwaspadai maka ancaman itu bisa mengganggu keutuhan bangsa. Dan kita tak bisa tahu seperti ke depannya, apakah negeri ini masih bisa seperti sekarang,” katanya.
Ia menambahkan, melihat besarnya ancaman dan tantangan ke depan, maka kepada generasi muda khususnya mahasiswa sebagai penerus bangsa diminta memperkuat ketahanan dan kecintaan terhadap NKRI, dengan salah satunya menjaga dan melestarikan kebudayaan yang diwariskan leluhur.
“Kalau kita kurang waspada, kita bisa terpecah, seperti halnya Ukraina yang dulu menyatu dengan Rusia. Dulu orang perang ideologi, sekarang justru perang fisik, dengan bom yang bisa merusak dan menghancurkan dan menimbulkan banyak korban (jiwa) manusia,” ungkapnya.
Mangku Pastika menegaskan, ancaman bangsa ini nyata dan mereka masuk ke kampus-kampus memengaruhi mahasiswa. “Perlu ada ketahanan yang kuat sehingga tidak gampang disusupi. Jadi harus ada semacam vaksin ideologi agar kuat. Saya kira senjata yang bisa hadapi gempuran ideologi maupun terorisme adalah Pancasila,” tandasnya.
Selain itu, Ia juga mengingatkan pentingnya implementasi nyata sila ke-5 Keadilan sosial bagi seluruh bangsa Indonesia. Sebab kalau keadilan sudah terwujud, maka keamanan akan terjaga dengan baik.
“Ketika saya jadi gubernur keadilan sosial ini jadi prioritas seperti penanganan kemiskinan, saya bangun bedah rumah, simantri, dll. Jadi seorang pemimpin itu harus bisa ciptakan keadilan sosial bagi warganya,” pesannya.
Sementara itu, Dr. I Wayan Tagel Edy, MS., mengatakan perbedaan pendapat di alam demokrasi ini harus dihormati. “Jadi demo itu sah-sah saja, asal patuhi aturan. Sikap kritis itu penting tapi jangan sampai diadu domba,” sebutnya.
Karena itu ia mengingatkan konsensus kebangsaan yakni 4 pilar itu memang banyak tantangan baik di dalam maupun dari luar negeri. Sebab dipengaruhi adanya pergeseran dan dinamika masyarakat yang begitu cepat.
“Salah satu solusinya adalah dengan pendidikan yang berkesinambungan sehingga bangsa itu bisa semakin maju. Empat pilar kebangsaan ini merupakan soko guru yang bisa landasan untuk berubah dan maju,” jelasnya.
Selain itu, Dr. Gede Wardana,MSi., menjelaskan, perbedaan rasial, agama, suku atau ras sebagai warisan secara turun temurun, dahulu merupakan unsur-unsur pengayaan yang mewarnai khasanah budaya bangsa. Namun sekarang telah berubah menjadi momok yang menakutkan sekaligus ancaman potensial bagi eksistensi bangsa.
Akankah ikatan tali kesatuan ini terancam lepas. Tentu tergantung bagaimana menanamkan kembali wawasan kebangsaan,” ujarnya.
Wardana menambahkan, etika kehidupan berbangsa merupakan rumusan yang bersumber dari ajaran agama, khususnya yang bersifat universal, dan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila sebagai acuan dasar dalam berpikir, bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa. Dan UUD 1945 sebagai landasan konstitusional serta ke-Bhinekaan Tunggal Ika sebagai pijakan dalam memperkokoh dan NKRI.
“Karena itu ketahanan budaya bangsa harus kuat. Juga penting dijaga ketahanan ekonomi dan lingkungan. Kekayaan sebuah bangsa tergantung bangsa itu bisa menjaga dan membangun konsensusnya,” tutupnya.
(Redaksi)
Komentar