oleh

Yohanis Fransiskus Lema: Jika Semuanya Didatangakan Dari Luar? Kami Orang NTT Dapat Apa?

inBISNIS.id, JAKARTA – Anggota komisi  4 DPR RI fraksi PDI Perjuangan, Yohanis Fransiskus Lema singgung wisata premium Labuan Bajo yang dikhawatirkan tidak mambawa keuntungan untuk warga Manggarai Barat khususnya di sektor pertanian.

Dalam rapat dengar pendapat dengan pejabat eselon 1 kementerian pertanian RI pada Selasa (17/11/20) di Gedung DPR RI, dengan agenda utama yakni mengevaluasi kebijakan ketahanan pangan, terutama impor komoditas stratgis dan food estate, Yohanis mempertanyaan kehadiran Kementerian Pertanian yang tidak turun dalam membangun kawasan Manggarai Barat yang kini sedang dalam perhatian besar pemerintah.

“Presiden Jokowi sedang memberi perhatian besar untuk Labuan Bajo yang berada di Manggarai Barat sebagai destinasi wisata premium, ada beberapa kementerian yang diturunkan seperti Kementerian PUPR, Kemenparekraf, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Tetapi yang menjadi pertanyaan saya kenapa kementerian pertanian tidak masuk ke sana?” jelas Yohanes.

Selanjutnya kata Yohanes, wisatawan yang masuk ke Labuan Bajo cukup besar, dan hal tersebut bisa menjadi potensi untuk meningkatkan sektor pertanian di wilayah tersebut.

“Ini termasuk potensi buat kita di sektor pertanian, peternakan, hortikulturan dan sebagainya”

“Manggarai Barat merupakan lumbung pertanian NTT, apakah kementerian pertanian tidak berpikir tentang membangun Lembor, Lembor Selatan, Mbeliling, Boleng yang merupakan sumber pertanian NTT.” kata Yohanes.

Anggota DPR RI dapil Timor, Sumba, Sabu dan Rote ini khawatir akan titel premium yang akan disandang Labuan Bajo nantinya tidak mmebawa perubahan yang signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat Manggarai Barat.

“Jangan sampai nanti wisatanya disebut super premium, tapi semua produk hortikultura buah sayur pangan itu didatangkan dari luar, lalu kami orang NTT dapat apa? hanya menonton kah?” tandas Yohanes.

Food estate merupakan konsep pengembangan pangan dengan pemerintah saat ini yang dilakukan secara terintergrasi mencakup pertanian, perkebunan, bahkan peternakan di suatu kawasan.

Pada kesempatan tersebut Yohanes menegaskan 4 pokok penting yakni, pertama kebijakan food estate harus diselaraskan dengan kemandirian, bahkan kedaulatan pangan.

kedua, food state harus mendukung peningkatan produktivitas pangan dalam negeri, sekaligus berkorelasi dengan upaya mengurangi ketergantungan impor.

ketiga, kebijakan food estate harus melibatkan petani lokal, dan yang terakhir Yohanes menegaskan agar pemerintah harus melakukan kebijakan perwilayahan komoditas, karena food estate dilakukan di berbagai daerah dengan konteks dan karakteristik pangan lokal yang berbeda.

“Saya contohkan, pengembangan food estate di kabupaten sumba tengah, dari anggaran 330 miliar, pemerintah akan fokus mengembangan jagung dan padi.”

“Konteks pertanian di NTT termasuk sumba tengah adalah lahan kering. Saya menganjurkan agar pemerintah melakukan diversifikasi pangan, yakni menanam komoditas pangan yang sesuai karakteristik lahan kering” tandas Yohanes.

(Redaksi)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *