oleh

Waduk Lambo, Kuasa Hukum Suku Ebudai Mendukung Langkah Kapolres Nagekeo

-Daerah-3,926 views

INBISNIS.ID, NAGEKEO – Mbulang Lukas SH, selaku kuasa hukum, Suku Ebudai, desa Labolewa, kecamatan Aesesa kabupaten Nagekeo, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), menyatakan sangat mendukung upaya pendekatan persuasif penyelesaian persoalan tanah pembangunan Waduk Lambo yang ditempuh Kapolres Nagekeo.

Ketika ditemui INBISNIS.ID, Mbulang Lukas mengungkapkan bahwa kehadiran Kapolres Nagekeo yang baru, AKBP Yudha Pranata, SIK, SH, ibarat tabib yang mampu menyembuhkan luka kronis masyarakat adat Suku Ebudai dalam persoalan tanah waduk Lambo.

“Saya sangat mendukung langkah yang diambil oleh Kapolres ini, sebenarnya dia berhadapan dengan setuasi konflik terparah. Kapolres dengan menggunakan pendekatan persuasif yang baik, dengan pendekatan yang mendahulukan adat dan budaya, sedang memperbaiki kerusakan yang ada di tubuh masyarakat, secara khusus masyarakat suku Ebudai, dalam urusan pembangunan waduk Lambo,” Ungkapnya, Jumat (04/03).

Mbulang Lukas menjelaskan bahwa pesan penting yang mesti dikutip dari pertemuan masyarakat Suku Ebudai dan Kapolres Nagekeo di mako Polres Nagekeo, Selasa, 1 Maret 2022 kemarin adalah masyarakat Suku Ebudai sangat mendukung Program Strategis Nasional Pembangunan Waduk Lambo atau bendungan Mbay, namun mereka menuntut hak-hak mereka tidak diabaikan oleh pemerintah.

Masyarakat suku Ebudai bersama kuasa hukumnya, Mbulang Lukas, SH, Saat menghadiri pertemuan bersama Kapolres Nagekeo.

Kata pengecara kondang asal Nagekeo tersebut, tuntutan masyarakat suku Ebudai perihal kepastian luas lahan pembangunan waduk Lambo, Kubur leluhur dan ritus-ritus adat dan budaya mereka yang terancam hilang oleh kehadiran waduk Lambo, merupakan hal yang wajar karena hal itu adalah hak mereka.

Pemerintah semestinya meresponnya dengan bijak dan mencarikan solusi karena perihal hukum adat dan ritus-ritus adat dan budaya diatur dalam undang-undang nomor 5 tahun 2017 tentang pemajuan kebudayaan.

“Apapun alasannya perihal kubur leluhur, tempat-tempat ritual adat, dilindungi undangan-undang. Ada undang-undang yang mengatur soal itu, tentang Pemajuan Kebudayaan. Semestinya pemerintah dengan pendekatan budaya, adat untuk bagaimana menyelesaikan tentang itu, selama ini tidak pernah terjadi” Bebernya.

Pemilik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Nurani ini, menilai prosedur tahapan pengadaan tanah waduk Lambo adalah cacat hukum. Dengan demikian, tuntutan masyarakat untuk melakukan pengukuran ulang adalah hal yang wajar dan perlu diindahkan pemerintah demi kepastian hak-hak masyarakat adat.

“Mereka hanya minta untuk ukur kembali. selama ini terjadi konflik kenapa?. Ada mekanisme yang tidak menyenangkan masyarakat, kalau saya melihat ada mekanisme yang amburadul, sehingga melahirkan sebuah keputusan atau penetapan yang cacat hukum” demikian ungakap Mbulang Lukas, Advokat Senior asal Nagekeo, juga merupakan anggota Lembaga Pemantau Penyelenggara Negara RI (LPPNRI) yang di kutip INBISNIS.ID.

(Redaksi)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *