INBISNIS.ID, DENPASAR – Belum pulihnya sektor pariwisata akibat penyebaran pandemi Covid-19 membuat ekonomi Bali harus terkontraksi diangka minus 2,47%. Pariwisata masih menjadi sektor penting dalam pertumbuhan ekonomi Bali. Jika tidak ada strategi dan inovasi untuk segera memulihkan sektor pariwisata maka kedepan ekonomi Bali bisa terancam.
Ketua Jurusan Pariwisata Budaya, Universitas Hindu Negeri Bagus Sugriwa, Denpasar, Dr. I Wayan Wiwin, SST.Par., M..Par, mengungkapkan, Pandemi Covid-19 telah mengajarkan kita untuk mulai introspeksi terhadap model pengembangan dan pengelolaan pariwisata massal selama ini, Pandemi ini melahirkan norma kebiasaan baru dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat terhadap wisatawan dan penyedia jasa wisata.
“Sehingga kita mulai memikirkan kapasitas daya dukung lingkungan (carriying capacity) melalui pembatasan jumlah pengunjung, penyediaan sarana kesehatan dan keselamatan pengunjung,” ungkap Wayan Wiwin, Rabu (16/2/).
Menurut, Wayan Wiwin, ada beberapa strategi khusus yang harus diperhatikan pemangku kebijakan untuk memulihkan sektor pariwisata. Pertama, dengan penerapan CHSE yang ketat serta terus memaksimalkan program vaksinasi masal di masing-masing daerah tujuan wisata. Kedua, adalah memaksimalkan peluang pangsa pasar wisatawan domestik yang terbukti lebih stabil dari isu-isu global. Selain itu juga, mulai beralih ke pangsa pasar individual tourist dan menyediakan layanan wisata yang berkualitas dan berkelanjutan (quality tourism).
Ada juga, pengembangan paket wisata MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exhibition), seperti KTT G20, Kongres Partai Politik, Meeting/Munas/Raker Organisasi dan perusahaan. serta menghadirkan program pemulihan ekonomi masyarakat khususnya para pelaku usaha pariwisata dengan kebijakan relaksasi perbangkan dalam pembayaran dan penyaluran kredit modal usaha.
Selain itu, Wayan Wiwin, juga menyampaikan, Gambaran pariwisata ke depan harus mulai merubah mindset dari wisata massal (mass tourism) yang hanya berorientasi pada kuantitas jumlah kunjungan wisatawan, beralih ke mindset quality tourism (pariwisata berkualitas) yang lebih mementingkan kualitas layanan dan kualitas wisatawan yang berkunjung yang dapat diukur dari rata-rata length of stay dan spend of money-nya, serta memiliki kepedulian terhadap keberlanjutan lingkungan alam dan menjaga kelestarian budaya sebuah destinasi.
Wayan Wiwin melanjutkan, jika berdasarkan teori Tourism Area Life Cycle (TALC) atau teori siklus hidup pariwisata yang dikemukakan oleh Butler (1980), di dalam siklus ini terdapat tujuh tahapan perkembangan sebuah destinasi.
1) Tahap exploration (ekplorasi, mulai ditemukan memiliki potensi wisata) 2) Tahap involvement, (fase adanya keterlibatan masyarakat local) 3) Tahap development (fase mulai dikembangkan dan ada campur tangan pemerintah) 4) Consolidation (fase pertumbuhan mulai melambat akibat dampak negative yang ditimbulkan) 5) Stagnation (fase titik kejenuhan dan mulai timbul masalah-masalah sosial dan lingkungan) 6) Rejuvenation (fase peremajaan dengan adanya inovasi-inovasi pembaharuan), atau 7) Decline (fase penurunan dan ditinggalkan wisatawan).
“Agar pariwisata Bali tidak mengalami decline, maka diperlukan strategi rejuvenation dengan melakukan peremajaan dan inovasi agar terus mampu menarik wisatawan untuk berkunjung dengan konsep “quality tourism” yaitu berkelanjutan secara ekonomi, budaya dan lingkungan alam,” Tutup Wayan Wiwin.
(I Wayan Agus Pebriana/HS)
Komentar