INBISNIS. ID, BADUNG – Terkait video yang beredar di media sosial beberapa hari lalu yang di mana dalam video singkat tersebut nampak seorang wisma merasa terganggu oleh pedagang asongan di pantai Kuta.
Atas dasar ketidak nyamanan tersebut, Wisma itu pun menyampaikan kekesalannya dengan mengatakan “Pedagang asongan itu terlalu menyebalkan dan saya tidak akan kembali ke Pantai Kuta lagi bahkan Bali sekalipun”.
Terkait hal tersebut, ketua Aliansi Pelaku Pariwisata Marginal Bali (APPMB), Wayan Puspa Negara pun angkat bicara soal video keluhan wisatawan mancanegara (Wisman) tersebut. Puspa Negara menyebut, Ia membenarkan kejadian ini sering terjadi karena memang situasinya Covid-19, karena itu pihaknya akan terus mengoptimalkan pengawasan.
“Kita melihat hal yang viral karena situasi pandemi Covid-19 yang lama kemudian berita ini menjadi masif menyebar dimana-mana dan kejadian seperti ini sebelum pandemi sering terjadi. Hanya saja kita upayakan untuk melakukan antisipasi dari perspektif kita di masyarakat,” ujarnya pada, Sabtu (23/4/2022).
Lanjut Puspa, keamanan dan kenyamanan wisatawan adalah tanggung jawab masyarakat, dan sisanya memiliki tanggung jawab partisipatif. Menurutnya, kondisi yang viral ini tentu menjadi kondisi yang menyakitkan ketika terjadi di destinasi pariwisata.
Karena itu kata Puspa, untuk menyikapi kejadian tersebut perlu ada sistem pembenahan secara menyeluruh. Ini perlu dilakukan dengan demikian masyarakat disekitar kawasan destinasi bisa memahami esensi dari pariwisata tersebut.
“Menyikapi video yang viral ini, yang pertama dilakukan perlu ada pembenahan secara menyeluruh terhadap destinasi, dan penguatan perilaku masyarakat sebagai pendukung destinasi sangat penting,” ungkapnya.
Ia berpandangan bahwa, pembangunan non fisik destinasi ini sangat krusial. Karena itu, Puspa berharap kepada Pemda agar melakukan formulasi khusus tidak hanya sebatas di Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) tetapi perlu dilakukan secara menyeluruh.
“Tentu ini menjadi evaluasi dari pemerintah daerah untuk melakukan penguatan pada perilaku masyarakat di destinasi dan pelaku destinasi. Jadi, ini perlu dilakukan dan tidak hanya kepada Pokdarwis tetapi lebih kepada bagaimana menciptakan pengetahuan perilaku dan sikap dari masyarakat yang menjadi pendukung kepariwisataan,” tuturnya.
Selain itu, Puspa menuturkan, destinasi internasional seperti ini sudah pasti terjadi yang namanya Patologi destinasi atau penyakit destinasi. Karena itu perlu ada rumusan yang kongkret agar persoalan serupa tidak terulang lagi.
“Memang kita sadari bahwa di destinasi internasional ini pasti ada patologi destinasi atau penyakit destinasi, salah satunya tamu ini yang merasa dilecehkan. Oleh karena itu perlu diluruskan ketika satu daerah sudah menjadi destinasi harus ada persiapan untuk mengatasi problema seperti ini,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Puspa Negara mengatakan saat ini pihaknya masih mengalami kendala karena tidak tersedianya Tourist Informasi Center yang difungsikan untuk mengatasi persoalan di daerah tujuan wisata. Karena itu pula, ia mendorong kepada pemerintah daerah( Pemda) agara Tourist Informasi Center di setiap daerah tujuan harus ada.
“Kelemahan kita memang kita belum ada Tourist information Center. Jadi, kalau ada model pengaduan seperti ini setiap daerah harus memiliki Tourist Information Center, yang bisa memberi solusi atau jawaban. Jadi ini yang belum. Kita berharap pemerintah daerah agar persoalan seperti ini cepat di atas biar tidak tersebar ke mana-mana begitu,” tuturnya.
Terkait anak-anak yang keliaran di Pantai Kuta, Puspa meminta agar Satpol PP amankan karena anak-anak tersebut sebetulnya tidak terdaftar didata. Yang jelas Pedagang di pantai Kuta hanya yang sudah terdata jelas, totalnya ada 800 pedagang. Di luar dari pada itu, itu bukan Pedagang di pantai yang memiliki ijin jelas.
“Anak-anak kecil yang menjual tisu di kawasan pantai Kuta lalu mengejar wisatawan, mereka itu tidak terdaftar di list pedagang. Yang terdaftar di list pedagang ada 800 pedagang di pantai Kuta.” tutupnya.
(Redaksi)
Komentar