NBISNIS.ID, MAKASSAR – Keberadaan UU Pendidikan Kedokteran (Dik Dok)Nomor 20 tahun 2013 relatif baru dibanding UU Praktik Kedokteran No 29 tahun 2004. Anehnya yang menjadi prioritas Baleg DPR dan Pemerintah untuk direvisi UU Dik Dok yang relatif baru.
Diketahui keberadaan IDI dalam mengatur regulasi dokter di Indonesia sangat dominan yang tertera dalam UU Praktik Kedokteran Nomor 29 Tahun 200
4.
Demikian dikatakan Dr Judilhenry Justam, MM, ME, PPK mantan Ketua Umum PP PDKI pada Webinar yang diadakan Pemerhati Pendidikan Kedokteran FK UGM, Jumat (12/11).
Mantan aktivis UI yang pernah ditahan era Orde Baru ini memberi contoh di AS salah satu organisasi profesi dokter terbesar AMS anggota hanya 250.000 dokter dari 1 juta dokter di Amerika. Lainnya bergabung pada organisasi serupa yang punya kedudukan hukum sama di Negara Paman Sam itu.
Di Inggris tandasnya pada Seminar PDKI 20/10-2021, ada dua Konsil Kedokteran (BMA & GMA) yang dibawahi Ratu Inggeris dan bertanggungjawab kepada Parlemen.
DI Indonesia tutur penanggap lain pada Seminar bertajuk Peran Organisasi & Asosiasi Dalam Pendidikan Kedokteran, keberadaan KKI sulit dipisahkan dengan PB IDI. Walau diakui unsur masyarakat juga sudah ada struktur KKI, tapi IDI dan PDGi tetap dominan. Pasal 14 UU Nomor 29 Tahun 2004 tertulis anggota KKI diusulkan oleh organisasi profesi.
Judilhenry Justam mengakui salah satu organisasi profesi yang disebut langsung dalam UU Praktik Kedokteran Nomor 29 Tahun 2004 hanya IDI dan PDGI. Profesi lain seperti perawat dan bidan tidak disebutkan langsung nama organisasinya, baik pada UU Keperawatan maupun UU Kesehatan.
Seorang dokter yang telah mengantongi STR dari Konsil Kedokteran Indonesia masih terkendala mendapatkan SIP dari Dinas Kesehatan setempat, tanpa rekomendasi sebagai anggota IDI.
Begitu besarnya peran IDI, papar Prof DR Dr Akmal Tahier SoB SpU; keputusan Pemerintah pun bisa dibatalkan oleh PB IDI.
Mantan Dirjen Yanmed Kemenkes ini memberi contoh izin Kemendikbud beberapa tahun lalu untuk.membuka Spesialisasi Dokter Layanan Primer tidak jalan karena ditolak oleh PB IDI.
Hal mana dibenarkan oleh Judilhenry Justam. Sesuatu yang aneh suatu keputusan Pemerintah bisa dibatalkan oleh sebuah organisasi, tandasnya dengan nada heran. Makanya Ia mengusulkan keberadaan Konsil Kedokteran dan organisasi dokter jangan dimonopoli IDI, harus seperti di negara negara barat.
Sayang pendapat di atas tidak bersambut karena Ketua Umum PB IDI sebagai pemakalah tidak hadir.
Dalam RUU Pendidikan Kedokteran (DikDok) tutur Putra Nababan anggota Baleg FPDIP dalam Wibiner tersebut, peran IDI sangat besar. Menyelenggarakan pendidikan kedokteran sekaligus membawahi Kolegium yang menyusun kurikulum. Tak satupun.pasal mengaitkan penyelenggara pendidikan adalah tanggungjawab Kemendikbud Ristek.
Ini sangat berbahaya, sebab kalau terjadi apa apa dalam penyelenggaran pendidikan dokter siapa yang dimintai pertanggungjawaban. Organisasi seperti IDI bukan mitra kerja dan tidak dibawahi DPR.
Dan kalau DPR mengundang RDP Kemendikbud misalnya mereka akan lepas tangan. Makanya RUU DikDok telah dikembalikan ke Pemerintah dengan tetap FK sebagai penyelenggara dan bersama Kemendikbud Ristek Kemenkes dan bisa saja IDI menentukan kuota mahasiswa. Dan Kolegium sebagai penyusun kurikulum harus independent bukan dibawahi IDI.
Kolegium sekarang ini berada di bawah organisasi profesi keahlian misalnya PAPDI yang menyusun kurikulum pendidikan dokter spesialis penyakit dalam. Keberadaan PAPDI ini secara organisasi di bawah payung PB IDI.
Komentar