oleh

Penrad Siagian : Isi Ruang Publik Dengan Keadilan, Perdamaian, dan Keutuhan Ciptaan

-Daerah-436 views

INBISNIS.ID, SUMATERA UTARA – Menguatnya politik identitas di Indonesia membutuhkan keseriusan bersama untuk mencegah kemungkinan meluas dan kian mempolarisasi masyarakat. Masalah radikalisasi berbasis agama disebabkan politik identitas bukan hanya mengancam terbelahnya masyarakat tetapi juga berdampak pada kekerasan.

Kehadiran ruang-ruang publik memberikan dampak negatif selain banyak hal positif. Media berbasis internet, salah satu ruang publik, membutuhkan tanggung jawab para penggunanya.

“Penggunaan ruang-ruang publik oleh masyarakat membutuhkan tanggung jawab penggunanya agar tidak terjebak pada politik identitas dan radikalisme agama,” kata Penrad Siagian, Direktur Paritas Institut, pembicara pada seminar nasional “Revolusi Mental Menuju UKN yang Inklusif” dan Pembukaan Pelatihan “Agen Penggerak Perdamaian”, di Kampus Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) Tarutung, Senin (8/11/2021), dikutip INBISNIS.

Tantangan Indonesia, menurutnya, bukan soal radikalisme dan politik Indonesia tetapi juga masalah negara dan ketidakadilan. Karena itu diperlukan kesadaran berbangsa, kesetaraan, dan perspektif kenegaraan yang memihak masyarakat.

Sementara itu, Anggota Badan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Andreas A. Yewangoe pada kesempatan yang sama mengatakan, bangsa Indonesia telah menyepakati Pancasila sebagai ruang publik. Pancasila merupakan kesepakatan yang meleburkan semua latar belakang masyarakat Indonesia yang menghargai semua latar belakang kemanusiaan. Penghargaan terhadap umat manusia merupakan bentuk penggunaan ruang publik yang bertanggung jawab.

“Kemanusiaan manusia akan berakhir ketika tidak mampu berdampingan dengan yang lain,” kata Pdt. A.A Yewangoe. Karena itu hidup dalam keragaman itu baik, tetapi akan lebih baik bila ada yang membangun jembatan dari berbagai perbedaan itu.

Hal senada disampaikan Dekan Pendidikan Agama Kristen IAKN, Dame Taruli. Menurutnya, penghargaan dan penghormatan kepada umat manusia menjadi hukum tertinggi sebagai manusia.

“Kita sudah seharusnya menghargai dan menghormati yang berbeda sebagai pemuliaan terhadap kemanusiaan,” ujarnya.

Peningkatan Sumber Daya Manusia yang berkualitas merupakan salah satu syarat meminimalkan radikalisme dan menguatnya politik identitas. Deputi Bidang Koordinasi Revolusi Mental, Pemajuan Kebudayaan, dan Prestasi Olahraga Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Didi Suhardi mengatakan, perlu tindakan berkelanjutan untuk menurunkan radikalisme berbasis agama dan menekan jumlah konflik dengan melakukan dialog dan kegiatan antar iman untuk memberi pemahaman terutama kepada kaum muda.

Terkait dengan hal itu, menurut Penrad Siagian, revolusi mental harus dimulai dari kaum muda dengan latar belakang perguruan tinggi.

“Revolusi mental harus dimulai dari IAKN yang segera akan bertransformasi menjadi UKN (Universitas Kristen Negeri) Tarutung sebagai yang terdepan menolak dan mengikis politik identitas,” katanya.

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *