INBISNIS.ID, LARANTUKA – Wabah virus African Swine Fever (ASF) atau biasa disebut demam afrika masih jadi gundah gulana masyarakat peternak dan para pengusaha lapak babi di Kabupaten Flores Timur, NTT.
Bernadus Sabon Koli (47), salah satu pengusaha lapak babi di Kelurahan Puken Tobi Wangi Bao, Kecamatan Larantuka menuturkan, virus ASF mulai merambah usahanya pada awal tahun 2021 kemarin.
Akibatnya, ia harus menanggung kerugian jutaan rupiah bahkan usaha lapak yang berjalan selama 20 tahun terancam gulung tikar.
“Mulai usaha tahun 2000 tapi pas muncul virus ASF orang jadi takut makan daging babi,” ujarnya saat disambangi wartawan inbisnis.id pada Minggu (13/03).
Ia mengatakan, meski masih diterjang pagebluk ASF, perilaku konsumtif masyafakat malah meningkat tajam ditengah krisisnya polulasi babi.
Melihat ada peluang, ia memutuskan kembali merajut usahanya walau masih dihantui kehawatiran bakal kembali merugi.
Tak tanggung-tanggung, ia menyembelih dua ekor babi hasil membeli dari peternak lokal Flores Timur menggunakan tabungan pribadi.
Mengingat pasaran ternak babi lagi mahal, Bernardus pun menaikan harga daging dari sebelumnya Rp.90.000 per kilo gram, kini menjadi Rp.125.000 per kilo gram.
“Sebelumya saya jual Rp.90.000 per kilo, tapi sekarang naik menjadi Rp.125.000,” paparnya sambil melayani beberapa pembeli yang menghampiri lapaknya.
Ia mengatakan, kenaikan harga berlaku sejak hari raya Natal 2021 dan Tahun Baru 2022 kemarin.
Dalam hari raya besar itu, Bernadus berhasil menyembeli sedikitnya 15 ekor babi dan langsung diserbu pembeli hanya dalam sekejab mata.
(Redaksi)
Komentar