oleh

Pemulihan Ekonomi Bali Melalui Digitalisasi Pertanian

-Bisnis-470 views

INBISNIS.ID, DENPASAR – Bank Indonesia (BI) setuju bahwa Bali harus bertransformasi mencari sektor potensial menjadi penggerak perekonomian selain pariwisata, misalnya pertanian, industri, dan perdagangan.

Kepala Kantor Perwakilan BI Bali, Trisno Nugroho mengatakan, sektor pertanian sebagai sektor kedua terbesar (mencapai 15 persen) di Bali berpotensi sebagai sektor yang dapat didorong ke depan.

“Pertanian sangat layak untuk menjadi tumpuan harapan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang,” katanya di Denpasar, dari Bisnis Bali, Rabu (7/7) .

Menurutnya ada beberapa hal yang dapat menjadi key driver pertumbuhan sektor pertanian antara lain, digitalisasi pertanian merupakan suatu keharusan, khususnya melalui pemanfaatan teknologi alat dan mesin pertanian yang terbukti mampu mendorong efisiensi waktu dan peningkatan produktivitas, serta pemanfaatan teknologi internet dalam melakukan pemasaran di masa pandemi Covid-19.

Kemudian sinkronisasi program terutama untuk mendukung potensi komoditas pertanian yang sama antar kabupaten. Pertanian sebagai new growth dengan fokus penyelesaian 5 faktor utama yang perlu mendapat perhatian seperti dukungan regulasi, anggaran, kemudahan berinvestasi, pembiayaan serta kelembagaan dan pemasaran.

Trisno pun menyebutkan pemanfaatan teknologi pertanian 4.0 ialah pertanian dengan ciri pemanfaatan teknologi artificial intelligence, robot, internet of things, drone, blockchain, dan big data analitik, untuk menghasilkan produk unggul, presisi, efisien, dan berkelanjutan.

Ruang lingkup pertanian 4.0 ada dua yaitu on farm dan off farm. On farm akan dicirikan dengan pertanian presisi (precision farming).

Dimulai dengan menghasilkan benih unggul berbasis bioinformatics, pengendalian hama terpadu secara cerdas dengan artificial intelligence, pemupukan presisi, penggunaan smart tractor, penyemaian benih dengan robot. Plant factory kini juga makin populer. Sedangkan off farm dicirikan tidak saja dengan agroindustri cerdas, tetapi juga sistem logistik pertanian digital.

“Teknologi blockchain kini mulai diaplikasikan untuk menjamin transparansi dan traceability aliran produk pertanian sehingga para pelaku hulu hilir bisa saling mengontrol,” ujarnya.

Saat ini pelaku hulu dalam posisi lemah karena informasi yang asimetris. Ke depan, informasi akan simetris dan pelaku hulu hilir akan lebih setara. Ia pun memandang pemasaran digital dan konsumen cerdas yang melek digital akan mewarnai konsumen masa depan.

Pola pemasaran ke depan tidak lagi konvensional seperti sekarang, tetapi akan berbasis platform. Konsumen produk pertanian akan menggunakan platform melalui smartphone dalam membeli produk baik untuk memilih produk maupun menelusuri asal-usul produk.

Tantangan digitalisasi pertanian di Indonesia adalah belum diprioritaskan adopsi teknologi digital di sektor pertanian, perlunya peningkatan literasi digital pertanian dan infrastruktur digital yang belum merata (kecepatan internet Indonesia rangking 121 dari 139 negara).

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *