oleh

Pemuda Asal Tegal Hasilkan Puluhan Juta dari Bertani Melon

-Bisnis-225 views

INBISNIS.ID, TEGAL – Dibandingkan pemuda pada umumnya, pria asal Desa Kabunan, Kecamatan Dukuhwaru, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Fakhrur Al Izza (27) memilih untuk menjadi petani melon golden alisha dan sukses membudidayakannya pada lahan seluas 250 meter persegi.

Fakhrur mengaku tertarik menanam melon varietas golden alisha karena peluang pasar tanaman hortikultura ini cukup tinggi dan harganya stabil. Selain rasa buahnya yang manis, melon ini termasuk jenis buah premium yang dijual di supermarket.

Masa panen melon ini pun terbilang singkat, sekitar dua bulan sekali. Untuk satu kilogram melon ia bandrol Rp 25 ribu. Sekali panen, ia bisa memetik 500-600 buah dengan omzet penjualan mencapai Rp 21 juta.

Meski baru merintis, Fakhrur sudah mampu mengakses pasar penjualan buah di supermarket. Ia pun juga memiliki pelanggan dari berbagai tempat di Kabupaten Tegal.

“Alhamdulillah, antusias pelanggan masih tinggi di tengah pandemi. Saya juga menjualnya lewat media sosial, lewat status Whatsapp, Facebook maupun Instagram dengan sistem pre order. Jadi pembeli bisa pesan jauh-jauh hari sebelumnya dan ketika panen mereka bisa memetik langsung di kebun,” jelasnya, dikutip dari Kumparan, Selasa (24/8).

Di sisi lain, Bupati Tegal Umi Azizah mengapresiasi apa yang dilakukan Fakhrur. Umi menuturkan, sektor pertanian merupakan ladang usaha yang tidak ada matinya. Pasalnya, semua orang membutuhkan asupan pangan termasuk buah-buahan untuk kehidupannya.

“Saya senang dan bangga ada pemuda yang berminat terjun ke pertanian. Dengan bekal kreativitas dan pemanfaatan platform digital, mas Fakhrur ini terus mengukir pasarnya,” kata Umi.

Ia pun berharap akan ada lebih banyak pemuda seperti Fakhrur yang memiliki semangat tinggi berusaha di sektor pertanian. Terlebih, adanya keterbukaan informasi dan akses pasar digital melalui marketplace dan media sosial menjadi ruang bagi petani milenial menjangkau pelanggannya lebih luas lagi. Tidak terbatas pada pasar konvensional, apalagi tengkulak.

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *