INBISNIS.ID, RUTENG – Pada Kamis (03/03/2022) seluruh umat Hindu di dunia merayakan Hari Raya Nyepi tahun baru saka ke 1944.
Menyambut moment ini, para pemeluk agama Hindu di Manggarai, NTT, melakukan berbagai rangkaian acara.
Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Manggarai, Gede Cahya menjelaskan rangkaian kegiatan dan makna Nyepi di tahun 2022.
Kata Gede Cahya rangkaian perayaan Nyepi bagi umat Hindu di Manggarai tahun ini diawali dengan perayaan “Mekis” yang dilakukan di pantai Cepi watu dengan makna memohon air kehidupan yang akan dipergunakan bagi alam semesta dan manusia untuk menyucikan diri.
“Kegiatan ini agar diri di sucikan bersih lahir dan batin,” ungkap Gede.
Sementara rangkaian acara kedua diselenggarakan dengan nama ” Tawur”, sebagai makna harmonisasi antara alam semesta sebagai tuan agung dan diri manusia itu sendiri.
Kata Gede Cahya momentum Nyepi tahun ini mengajak agar terus meningkatkan toleransi, memupuk kasih sayang, merawat kedamaian dan cinta kasih.
Nilai-nilai kemanusiaan itu di bangkitkan kembali dalam dalam pembaharuan diri dalam kehidupan sehari-hari selanjutnya.
“Apapun yang terjadi dalam tuan agung dalam diri manusia akan berdampak pada pada manusia agar merasa aman dan damai sehingga menimbulkan kesejahteraan,” ujarnya.
Gede juga menjelaskan ada dua sifat dalam diri manusia yaitu sifat dewa dan raksasa. Sifat dewa melambangkan nilai-nilai kebaikan atau nilai-nilai ketuhanan.
“Bijak, arif,baik suka berderma,suka menolong, itu sifat dewa,”ungkapnya.
Sifat kedua Manusia adalah Sifat raksasa,ini merupakan sifat angkara murka manusia.
“Ada iri hati, ada dendam, keraguan, semua yang jelek-jelek,” jelas dia.
Untuk itulah perayaan acara di hari kedua ini dengan nama “tawur” untuk mengangkat semua sifat -sifat jelek sehingga dileburkan atau minimalisir agar kembali menyucikan diri dengan mengikuti sifat ketuhanan.
Sementara untuk acara puncak yang akan dilaksanakan, Kamis 3 Maret 2022 umat akan mengikuti upacara “nyipek”.
Perayaan acara ini berupa keheningan sepanjang hari untuk membangun keintiman dengan sang pencipta atau Dewa Agung.
Dalam perayaan Puncak ini seluruh umat akan menggelar berbagai ritual seperti pantangan seperti “amati geni” atau tidak menyalakan api untuk mengendalikan hawa nafsu dalam diri.
Kemudian ” amati Lelungan” yang berarti tidak bepergian selama seharian mulai dari 06:00 Pagi sampai 06:00 pagi esok hari.
“Kita tidak bepergian kemana-mana, aktifitas kita di dalam rumah seperti, pertapa pengendalian rohani, Brata yaitu pengendalian fisik tidak makan atau berpuasa selama 24 jam untuk mengendalikan ucapan dan pikiran,” pungkasnya.
Kemudian “amati Lelanguan” yang berarti tidak menikmati hiburan apapun Kemudian selanjutnya menjalankan amati “karya”, yang berarti tidak melakukan aktivitas yang dilakukan sehari -hari.
Diketahui jumlah umat Hindu di Manggarai hingga saat ini terdiri dari 130 kepala keluarga.
Jumlah tersebut gabungan dari umat Hindu Manggarai dan Manggarai Timur yang menjalankan ibadah di Pura Agung Waso.
(Redaksi)
Komentar