INBISNIS.ID, BALI – Dewasa ini banyak kasus penipuan yang terjadi, baik jual beli maupun investasi properti bodong yang terus dilakukan oknum tidak bertanggungjawab.
Apakah Anda pernah mendapatkan tawaran harga properti yang sangat murah bahkan tak masuk akal? Atau iming-iming keuntungan besar dari kegiatan investasi properti?
Hati-hati, bisa jadi itu adalah kegiatan penipuan alias properti bodong. Biasanya dilakukan oknum tak bertanggungjawab, baik marketing maupun yang mengatasnamakan agen properti.
Baiknya, sebelum menyetujui sebuah transaksi, cari tahu dan kenali lebih jauh, diantaranya lokasi proyek, perusahaan pengembang dan reputasinya, hingga agen pemasar tersebut. Sama halnya jika tawaran tersebut adalah investasi berupa sewa menyewa properti.
“Untuk agen properti, ada tiga hal yang harus mereka miliki sehingga bisa memastikan dan menjamin transaksi berjalan aman dan nyaman,” ujar Lukas Bong, Ketua Umum Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (AREBI), beberapa waktu lalu.
Pertama, kata Lukas, agen properti harus memiliki sertifikasi yang dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi Broker Properti Indonesia (LSP BPI) dan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
Kedua, harus memiliki Surat Ijin Usaha Perusahaan Perantara Perdagangan Properti (SIUP4) dan ketiga adalah sudah menjadi anggota AREBI.
Namun demikian, terkadang para agen enggan memenuhi ketiga persyaratan ini lantaran dinilai prosesnya terlalu sulit dan berbelit.
“Punya lisensi seperti SIUP4 atau lainnya identik dengan ribet. Mereka harus punya badan hukum, NPWP dan sebagainya. Sehingga ada beberapa agen yang enggan bahkan menghindar. Ini bisa berdampak seperti kasus agen properti bodong beberapa waktu lalu,” terang Lukas Bong seperti yang dilansir indohomes.id.
“Beberapa kasus properti bodong tersebut sudah kami dalami dan ternyata mereka bukan anggota AREBI, sehingga kami tidak bisa bantu lacak,” lanjutnya.
Di sisi lain, Lukas juga menyoroti kurangnya perhatian pemerintah terhadap bisnis dan profesi agen properti. Banyak kasus penipuan terhadap konsumen juga tidak lepas dari peran agen-agen properti perorangan.
“Contoh kasus sewa apartemen. Terkadang agen properti ini berlagak atau berpura-pura seperti pemilik unit. Jadi uang ditransfer ke yang bersangkutan, namun setelah itu tidak disetorkan ke pemilik unit tersebut,” tutur Lukas.
Untuk transaksi dengan jumlah tertentu, lanjut Lukas, wajib lapor di PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan). Selanjutnya, setiap transaksi juga harus dilakukan di depan Notaris dan PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah).
“Tiga lembaga ini sebenarnya sudah cukup kuat,” imbuhnya.
Sementara bagi para agen yang sudah menjadi anggota asosiasi, AREBI juga akan memberikan perlindungan hukum terhadap berbagai persoalan yang dihadapi. Beberapa diantaranya, seperti komisi yang tidak dibayarkan, hingga persoalan complain konsumen.
“Sering jika developer terlambat bangun atau bahkan batal bangun, maka yang dicari juga agennya. Maka di sini kami akan siap memberikan perlindungan terhadap mereka,” jelas Lukas.
(Redaksi)
Well, Silahkan tulis pendapatnya di kolom komentar ya.
Komentar