oleh

Membedah Buku “Kisah Seorang Pionir” Sepuluh Tahun Memandu Ombudsman Bali

INBISNIS.ID, BALI – Membedah buku karya Umar Ibnu Alkhatab yang telah menjabat sepuluh tahun sebagai Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Bali yang berjudul Kisah Seorang Pionir Sepuluh Tahun Memandu Ombudsman Bali.

Acara membedah sekaligus peluncuran buku ini diadakan di Kedai Jumpa Kopi pada selasa 14 juni 2022 yang menghadirkan Kepala LLDikti Bali, Prof. Dr. I Nengah Dasi Astawa, Sosiolog Universitas Udayana Bali, Wahyu Budi Nugroho, S.Sos, M.A., dan Arnoldus Dhae yang merupakan seorang wartawan Media Indonesia sekaligus sahabat Umar Alkhatab.

Mengawali bedah Buku Umar Ibnu Alkhatab yang memberikan tempat teratas pada wartawan yang dianggapnya sangat membantu dalam memandu Ombudsman selama dirinya bertugas pada kurun waktu sepuluh tahun di Bali yang sangat berkontribusi besar baginya sehingga acara hari itu khusus menghadirkan para jurnalis.

Umar Alkhatab juga menjelaskan pengambilan kata Pionir dalam judul buku tersebut bukan bermaksud menyombongkan diri, namun lebih merujuk kepada sebuah pion dalam sebuah bidak yang berfungsi untuk mengawali dan membuka jalan.

“Pion itu sebenarnya alat dalam sebuah bidak yang bertugas membuka dan mengawali sebuah perjalanan, saya hanyalah sebuah pion, sebuah bidak yang di tempatkan di Bali, sekali lagi pengambilan kata Pionir bukan semata mata menyombongkan diri” ungkap Umar.

Dia juga menjelaskan bahwa isi dari buku tersebut menuliskan kisah beliau sebagai seorang Kepala Ombudsman Bali atau sebagai Pejabat lembaga Negara yang mampu beradaptasi dan menjalani hidup sebagaimana layaknya masyarakat biasa, bahkan hamper seluruh masa jabatannya dia habiskan dengan menempati kamar kos layaknya seorang mahasiswa.

Hal itu dijalankan bukan sebuah pencitraan semata, namun dia menerangkan bahwa hanya meneruskan tradisi keluarga yang berasal dari kampung sebelah barat pulau Flores sehingga para pembaca pahami dan tahu bahwa sebagai Pejabat lembaga Negara dapat menjalani hidup dengan kesederhanaan layaknya masyarakat biasa.

“Hanya ini yang bisa saya tinggalkan, tidak ada hal lain yang dapat saya tinggalkan selain buku ini sebagai penanda bahwa saya pernah di Bali, pernah bertugas sebagai Ombudsman” ungkap haru Umar pada awak media yang hadir.

Foto : Umar Ibnu alkhatab menerima Lukisan ayahanda dari salah seorang maestro lukis didampingi oleh Prof.I Megah Dasi Astawa

Wahyu Nugroho menilai berdasarkan fisik buku yang menurutnya berukuran besar dengan pola penulisan yang menggunakan spasi yang cukup renggang serta huruf yang cukup besar ini, maka dia berasumsi pasar yang cocok adalah pasar untuk kalangan orang tua.

Kemudian menurutnya secara semiotika terdapat kompas dalam cover buku, yang menurutnya kompas disini bisa diartikan bagaimana seorang Umar Alkathab membuat keputusan keputusan personal dalam keseharian nya sehingga kompas ini adalah penunjuk arah bagi personal dan sekaligus menandakan Pak Umar sebagai Nakhoda.

Berikutnya dalam cover buku menggunakan motif poleng (hitam putih) dan foto menggunakan udeng (ikat kepala budaya Bali) yang menurut wahyu seakan menandakan bahwa Umar Alkhatab mampu beradaptasi dengan nilai norma dan budaya masyarakat lokal.

Menurut Prof. Dr. I Nengah Dasi Astawa, menjadi pemimpin harus berada di depan, di tengah dan di belakang, namun menurutnya ketika membedah buku pak Umar, dia mengatakan bahwa pak Umar tidak hanya berada di tiga tempat itu saja, namun berada di depan, di tengah, di belakang, diatas dan di bawah ketika menjadi seorang pemimpin.

“Jadi pak Umar ini ingarso sung tulodo, ing madya mangun karso, tutwuri handayani, dan berikut ing duwur mangun prawira, ing ngisor mangun tentra, jadi pak umar ini saya nilai jika saya bedah dengan pola berpikir saya buku nya ini adalah menampilkan suatu keutuhan namun ada nilai”, ungkap Prof. Dr. I Nengah Dasi Astawa.

Menurutnya, jika membaca buku ini, Prof. Dasi mengatakan bahwa Pak Umar memiliki Idealisme Langka, yang mana dimaksud adalah mereka berbaur namun tidak larut.

“Pak Umar berbaur dengan semua pimpinan Birokrasi di Bali termasuk saya, tapi pak Umar tahu dimana posisinya, sehingga menurut saya idealism langka ini wajib dan wajar kita tempelkan pada pak Umar dalam masa akhir kepemimpinan, namun ketika kemudian suatu saat berubah maka akan saya cabut pernyataan saya sebagai Umar yang memiliki Idealisme langka”, ungkap Prof. Dasi.

Berikut Arnold Dhae yang juga mengisi sepenggal cerita dalam buku ciptaan Umar Ibnu Alkhatab membedah buku ini melalui kehidupan mereka berdua yang mana sejak kecil Arnold Dhae sudah mengikuti ceramah ayahanda Umar Alkhatab serta perjalanan pertemuan mereka sehingga bersahabat hingga kini.

(Redaksi)

Well, Silahkan tulis pendapatnya di kolom komentar ya.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *