INBISNIS.ID, DENPASAR – PT. Pertamina (Persero) resmi menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non subsidi jenis Pertamax (RON 92) pada 1 April 2022. Harga Pertamax naik dari sekitar Rp 9.000-Rp 9.400 per liter menjadi Rp 12.500-13.000 per liter di 34 provinsi di Indonesia. Sementara itu, untuk BBM subsidi jenis Pertalite (RON 90) tidak mengalami perubahan harga atau dipatok sama atau satu harga di seluruh provinsi, yakni Rp 7.650 per liter.
Merespon kebijakan tersebut, Ketua Presidium Pimpinan Pusat Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (PP KMHDI) I Putu Yoga Saputra, memberikan keterangan bahwa kenaikan BBM jenis Pertamax tersebut dapat menimbulkan efek domino ke depan dan tentu saja menimbulkan kerugian di sisi masyarakat.
“Naiknya harga BBM jenis Pertamax yang melambung tinggi hari ini dapat menimbulkan efek domino terhadap perekonomian Indonesia, pasalnya BBM sudah menjadi kebutuhan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat dan tentu saja yang menanggung kerugian pada akhirnya adalah rakyat kecil,” terang I Putu Yoga Saputra, Selasa (5/4)
Ia juga menjelaskan bahwa kenaikan harga yang signifikan atas BBM jenis Pertamax akan memicu persoalan lain, yakni terganggunya ketersediaan BBM jenis Pertalite. Hal ini bisa saja terjadi jika konsumen BBM Pertamax berbondong-bondong beralih ke BBM jenis Pertalite.
“Naiknya harga BBM jenis Pertamax hari bisa menyebabkan beralihnya konsumen BBM jenis Pertamax ke BBM jenis Pertalite yang harganya lebih murah. Apabila ini terjadi tentu akan mengganggu ketersediaan atau pasokan BBM jenis Pertalite yang dapat berdampaknya kosongnya stok BBM jenis Pertalite di banyak SPBU,” jelas Yoga.
Selain akan berdampak pada ketersediaan BBM jenis Pertalite di banyak SPBU, Yoga Saputra juga mengungkapkan bahwa kenaikan BBM jenis Pertamax dapat menimbulkan kenaikan biaya produksi dan operasional dalam sektor Industri dan hal tersebut tentu berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat.
“Kenaikan harga BBM jenis Pertamax juga akan berimbas pada pelaku industri, biaya produksi dan operasional akan meningkat yang berujung pada naiknya harga produk yang dihasilkan dan kemudian berdampak pada menurunnya daya beli konsumen. Tentu hal ini juga berdampak pada perekonomian Indonesia secara menyeluruh,” ungkap Yoga.
Oleh karenanya, ia berharap pemerintah tidak tutup mata terhadap dampak dari kenaikan BBM jenis Pertamax ini. Karena kenaikan harga BBM saat ini dapat menimbulkan efek di multi dimensi, mengingat masyarakat Indonesia masih berada dalam situasi Covid-19.
“Hari ini pemerintah harus melihat dampak dari kebijakannya dan yang paling penting adalah bagaimana mencari solusi jangka panjang agar kebijakan ini tidak membebani masyarakat. Teknis pelaksanaannya pun harus diawasi dengan ketat dan jangan sampai terjadi kelangkaan BBM jenis Pertalite, karena seperti yang saya katakan sebelumnya, kemungkinan masyarakat beralih dari Pertamax ke Pertalite sangatlah besar,” tegasnya.
Pasca ditetapkannya kenaikan harga BBM jenis Pertamax oleh pemerintah, banyak ditemukan SPBU di banyak wilayah Indonesia yang mengalami kekosongan stok BBM jenis Pertalite.
(Redaksi)
Komentar