oleh

Dr. I Ketut Wirawan, SH., M.Hum: Penggunaan Aksara Bali Bentuk Penguatan Identitas Budaya

INBISNIS.ID, BALI – Universitas Dwijendra gelar lomba Festival Aksara Bali dalam dalam rangka melestarikan Aksara Bali, dan Peraturan Gubernur Bali Nomor 80 Tahun 2018 tentang Perlindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara dan Sastra Bali serta.

Festival menulis Aksara Bali ini berlangsung di  Gedung Dharma Negara Alaya Lumintang Denpasar Bali, Rabu (11/5). Kegiatan ini diikuti kurang lebih 427 peserta dari tingkat sekolah Dasar (SD) se kota Denpasar.

Dalam kesempatan itu, Ketua Yayasan Dwijendra, Dr. I Ketut Wirawan, SH., M.Hum di sela sela acara Festival Aksara Bali mengatakan, penggunaan Aksara Bali merupakan bentuk penguatan identitas budaya daerah sebagai bagian utuh kekayaan budaya nasional dalam kerangka Ideologi Pancasila, UUD Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.

“Sesuai Peraturan Gubernur Bali Nomor 80 Tahun 2018 tentang Perlindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara dan Sastra Bali maka kami dari Universitas Dwijendra melaksanakan Festival Aksara Bali sebagai bentuk melestarikan sastra aksara Bali, yang pesertanya dari Sekolah Dasar se-Kota Denpasar, dengan jumlah peserta 427 orang siswa,” kata Dr. I Ketut Wirawan, SH., M.Hum.

Lebih lanjut Dr. I Ketut Wirawan, SH., M.Hum menjelaskan bahwa aksara Bali memiliki keistimewaan dibandingkan dengan aksara lain, karena aksara Bali tidak hanya digunakan untuk menulis Bahasa dan Sastra Bali tetapi aksara Bali juga digunakan sebagai lambang suci yang berhubungan dengan agama Hindu. Bahasa Bali khususnya aksara Bali merupakan identitas dari Daerah Bali yang perlu dijaga kelestariannya.

“Pentingnya aksara Bali yang kini mulai dilupakan, diperlukan media pembelajaran yang mampu meningkatkan ketertarikan generasi muda untuk mempelajari aksara Bali maka dari itu Universitas Dwijendra menggelar Festival Aksara Bali,” jelas Dr. I Ketut Wirawan, SH., M.Hum.

Ketua Yayasan Dwijendra ini menjelaskan melalui Festival Aksara Bali ini generasi muda dalam menulis aksara Bali perlu pemahaman khusus antara kata dengan pelafalannya, karena menulis aksara Bali yang ditekankan pelafalannya.

Pantauan media INBISNIS.ID nampak  peserta mampu menunjukan kemampuan menulis aksara Bali dengan baik, tulisan aksaranya tergolong bagus sesuai dengan uger – uger nyurat aksara Bali. Mereka tampak serius menulis aksara Bali, dibarengi dengan ekspresi jiwa dalam setiap menulis aksara Bali, sehingga tampak menawan.

“Tentunya yang menjadi kriteria dewan juri adalah bentuk dan komposisi tulisan yakni wangun, tetuek, kakuub ketepatan ejaan pasang aksara, kerapian dan kebersihan tulisan serta ketuntasan,”” urai Dr. I Ketut Wirawan, SH., M.Hum.

Dr. I Ketut Wirawan, SH., M.Hum menguraikan, sastra Bali memberikan apresiasi terhadap semangat dan antusias peserta penulisan aksara Bali dalam bentuk festival ini sangat besar pengaruhnya dalam perkembangan bahasa Bali ke depan. Festival Aksara Bali ini berdampak dalam kehidupan sosial baik adat, budaya dan agama, sadar atau tidak kehidupan kita dalam adat, budaya maupun agama sangat berpengaruh karena semua esensi terkandung dalam lontar menggunakan aksara Bali.

Ketua Yayasan Dwijendra ini menjelaskan, Festival Aksara Bali merupakan pelajaran budi pekerti, karena penulisan aksara Bali mengajarkan sikap yang baik, anak – anak yang belajar aksara ini akan memunculkan aura positif dari dalam dirinya, tentunya dampak positif dari penulisan aksara Bali ini, akan bisa membaca naskah – naskah kuno yang banyak tercecer.

“Bahasa Bali dan Budaya Bali merupakan satu kesatuan yang sangat lekat, karena bahasa Bali merupakan akar budaya Bali. bahasa, sastra dan aksara Bali merupakan warisan leluhur yang harus dijaga, agar tetap ajeg dan lestari,” tegas Dr. I Ketut Wirawan, SH., M.Hum.

Lebih lanjut dijelaskan, dalam Agama Hindu mengenal ajaran Catur Guru, yakni empat guru yang harus dihormati, adalah Guru Swadyaya yaitu Tuhan Yang Maha Esa, Guru Wisesa yaitu pemimpin dan pemerintah, Guru Pengajian yaitu Guru di sekolah dan Guru Rupaka yaitu Orang tua. Catur Guru harus dihormati dengan menjalankan Catur Guru Bhakti yakni bhakti kepada Guru Swadyaya dengan rajin sembahyang, Bhakti kepada Guru Wisesa dengan mengikuti segala peraturan pemerintah, tidak melanggar hukum, Guru Pengajian dengan rajin belajar, mengerjakan tugas dengan baik, mentaati peraturan sekolah dan menjaga sopan santun kepada guru. Bhakti kepada Guru Rupaka dengan menjadi anak yang suputra.

“Guru dalam pandangan Agama Hindu dapat dipahami sesungguhnya bukan hanya sebatas profesi mengajar. Guru adalah wujud Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebagai perantara sampai ilmu pengetahuan untuk membebaskan umat manusia dari kebodohan, dari gelap menjadi terang,” pungkas Dr. I Ketut Wirawan, SH., M.Hum.

(Redaksi)

Well, Jika ada yang perlu dibenahi atau disesuaikan tentang berita dan website INBISNIS.ID? Boleh ditulis di kolom komen ya.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *