oleh

Demi Berkawan dengan Buaya, Rela Tinggalkan Pekerjaan dan Keluarga

-Bisnis, Daerah-669 views

INBISNIS.ID, JAYAPURA – Rela meninggalkan pekerjaan sebagai cleaning service demi menjadi pengrajin kulit buaya, kini omsetnya mencapai Rp 100 juta hingga Rp 150 juta dalam setahun.

Keberanian meninggalkan pekerjaan lama, termasuk ikhlas harus jauh dari keluarga disampaikan Erick (33) saat ditemui redaksi INBISNIS.ID, di Sentani (28/02), tempat dirinya bekerja.

Membangun bisnisnya dimulai sejak tahun 2015, meninggalkan kampung halamannya di Malang Jawa Timur dengan modal nekat dan keberanian.

“Saya awalnya cleaning service, tapi karena sering lihat para pengrajin bekerja lama-lama saya bisa juga, akhirnya saya coba bangun usaha sendiri,” terang Erick.

Selain pandai mengolah kulit mentah menjadi barang jadi, Erick pandai dan ulet menjual bahan baku kulit kepada para pengrajin kulit yang diperolehnya dari para penangkar kulit buaya, dengan keuntungan Rp 10 ribu per incinya.

Erick (33) Kiri Sedang Memamerkan Barang Dagangannya ke Pembeli

“Kulit buaya saya kirim ke Merauke dan juga keluar daerah , saya bantu jualkan kulit dari mereka para penangkar, tapi saya ambil keuntungan 10 ribu perinci,” jelas Erick.

Erick mengaku, dalam setahun bisa menjual hingga ribuan kulit di kirim ke berbagai daerah di Indonesia, sebagai pelaku bisnis kulit buaya, dirinya tidak takut ditangkap karena usahanya telah legal dan memperoleh izin sesuai undang-undang yang berlaku di Indonesia.

“Kita jual barang dengan hologram, hologram itu bukti kita bukan ilegal, sudah ada izin dari Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Papua,” paparnya.

Kulit buaya diperoleh Erick dari masyarakat penangkar buaya secara langsung, umumnya dari Mamberamo, Sarmi dan Keerom.

“Kulit buaya selain tebal dan tahan lama, motifnya itu yang bikin orang suka dengan kulit buaya, selain itu lebih tahan lama dibandingkan dengan kulit sapi,” ucapnya.

Selain mendapatkan penghasilan sebagai penyalur kulit, penghasilan lain diperolehnya dari hasil jualan produk barang jadi seperti sepatu, tas, ikat pinggang dan dompet hasil olahannya sendiri.

“Harga dompet pendek 250 ribu, dompet panjang 400 ribu, ikat pinggang 600 ribu, sepatu 3 juta dan paling mahal sampai 6 juta, rata-rata peminatnya dari luar daerah seperti Kalimantan, Jawa dan Sumatera,” Pungkas Erick.

(Redaksi)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *