oleh

Bencana Banjir di Banten Menguji Ketangguhan dan Ketulusan serta Keikhlasan

-Daerah-385 views

INBISNIS.ID, JAKARTA – Hikmah dari bencana banjir di Banten, tak hanya untuk kami yang dilanda bencana. Kerena perhatian dan kepedulian meski hanya secupak beras akan sangat berarti menandai jati diri kita dalam dimensi spiritual dan nilai-nilai kemanusiaan yang hakiki. Sebab sentuhan jiwa itu adalah karomah yang memang tak dimiliki semua orang. Jadi hanya orang terpilih saja yang mampu memahami dan melakukannya.

Ketika kesulitan akibat bencana melanda, kepanikan memang seperti tak punya terminal untuk berlabuh. Semuaa terguncang liar, seperti perahu tiada tempat bersandar. Semua mengapung dalam keputusan nasib baik yang juga bisa datang sekonyong-konyong. Kira-kira seperti itulah saat banjir di Banten melanda secara tiba-tiba, sehingga membuat semua jadi berantakan dan hanyut tak jelas ujungnya, ke mana muaranya berlabuh.

Mie instant yang tak seberapa itu menjadi begitu berharga bagi warga masyarakat seperti kami yang tak hanya kehilangan kompor untuk memasak, sebab beras dan sayur mayur yang hendak dimasuk pada pagi hari, Selasa (1/3/20220) itu pun ikut hanyut.

Sayangnya, kisah dramatik yang diungkap Adinda Rini ini tak langsung dialami penulis. Karena seperti kebiasaan untuk beberapa hari beraktivitas di Jakarta, tidak setiap hari harus bulak balik pulang ke Banten. Dan secara kebetulan – aktivitas di Jakarta sedang padat jadwalnya, jadi seperti biasanya untuk sementara penulis tinggal di base camp.

Tragisnya, banjir yang memblokir Banten memang harus dihadapi dengan mengutamakan penyelematan warga terdampak banjir khususnya di Kota Serang yang nyaris tidak berdaya itu, terutama untuk menyelamatkan harta bandanya sehingga harus mengedepankan penangan keselamatan dan kesehatan sebagai perioritas. Setelah itu adalah pengamanan, baik dalam arti fisik maupun psikis seperti untuk mereka yang terdampak itu agar memiliki ketahanan tubuh dengan konsumsi asupan yang cukup – meski tetap juga dalam kondisi darurat – karena keterbatasan air bersih dan air minum di tengah banjir yang juga menggelontorkan beragam penyakit bawaannya.

Meski begitu, toh informasi yang bisa dihimpun telah menyebutkan nyaris 6.200 warga Serang Banten terdampat banjir – hingga kemudian mungkin akan terus meluas dan menambah jumlah mereka yang didera bencana ini –setidaknya untuk sementara informasi menyebutkan sudah ada 5 orang yang tewas. Maka itu, usai banjir mereda yang harus segera dipersiapkan adalah tempat tinggal sementara yang layak, suplai makanan bergizi yang cukup sehingga pekerjaan untuk pembersihan sisa-sia banjir yang akan membuat lingkungan tidak sehat harus segera dilakukan.

Rencana jangka menengah dan Panjang yang akan segera dilaksanakan Pemerintah Provinsi Banten untuk program berkelanjutan dengan Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau-Ciujung-Cidurian, patut didukung agak maksimal diwujudkan. Jika mungkin kelak membangun kembali pemukiman penduduk yang rusak parah atau bahkan hanyut dibawa air bah dapat ditata rapi dan lebih manusiawi.

Demikian juga upaya untuk membangun tanggul atau normalisasi sungai Cibanten yang terkait dengan upaya pengendalian tata ruang dan penyiapan ruang terbuka hijau, bisa ditata lebih baik dengan tidak mengabaikan hak-hak rakyat yang patut diperhatikan. Untuk kemudian diikuti oleh penataan air sumur resapan, drainase dan sebagainya, sehingga lingkungan masyarakat yang sehat dapat tercipta untuk terus dijaga secara bersama.

Tragika dari lingkungan dan masjid Agung Banten yang ikut terendam banjir dari luapan Sungai Cibanten itu, tentu saja tak kalah penting untuk mendapat perhatian Pemerintah Daerah setempat, karena bangunan tua itu bukan cuma sekedar tempat ibadah semata, tapi juga memiliki nilai historis dan filosofisnya bagi masyarakat Banten sangat luar biasa. Oleh karena itu, renovasi atau semacam upaya melakukan perawatan secara seksama yang patut dilakukan perlu disegerakan juga. Sebab bagaimana pun, Masjid Agung Banten itu telah menjadi ikon dan saksi sejarah dalam perjalanan panjang bangsa Indonesia yang jauh sebelumnya berada dalam penataan budaya keraton atau kesultanan.

Karenanya, bantuan yang tepat saat diperlukan akan memiliki nilai yang berlipat ganda untuk melakukan penyelematan dan pemulihan dari berbagai kerusakan – karena kerusakan dan kehilangan akibat banjir itu tidak hanya materi belaka, tetapi juga immateri yang berdampak psikologis bagi warga masyarakat untuk Kembali bangkit, tanpa harus menyesali apa saja yang ditelan oleh bencana yang tak mungkin kita elakkan itu. Maka itu, hikmahnya yang terbaik harus dapat dipetik, karena apa yang telah terjadi tiada lagi ada gunanya untuk disesali. Kecuali itu, yang lebih penting dan perlu adalah kembali bangkit untuk menghadapi beragam dari kemungkinan-kemungkinan di masa mendatang.

Jadi dalam kondisi terdera oleh bencana serupa ini pun kita dapat lebih mengetahui dan paham makna dari uluran tangan dan ketulusan mereka yang perduli, meski hanya secupak beras sesuai dengan kemampuan karena yang terpenting adalah keikhlasan dan ketulusan yang dapat dijadikan penakar dari apapun bentuk bantuan itu bukan pamrih seperti mengumbar sembako saat menjelang kampanye Pilkada maun Pilpres yang justru gaungnya lebih menggema dari pada usaha ikut berbagi duka dengan saudara-sauara kita yang tengah dilanda bencana.

(Redaksi)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *