INBISNIS.ID, LARANTUKA – Yayasan Ayu Tani Mandiri membangun konsolidasi bertajuk Isu Perubahan Iklim yang dampaknya mulai melanda berbagai wilayah termasuk Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur.
Kegiatan yang berlangsung di Aula Kopdit CU Remaja Hokeng itu dihadiri para Kepala Desa se-Kecamatan Wulanggitang, Ketua BPD, Sekcam Wulanggitang, Tokoh Agama, dan tiga awak media, Selasa (26/04/2022).
Saat proses diskusi, semua peserta aktif memaparkan persoalan di desanya masing-masing, mulai dari kesulitan perkiraan cuaca hingga potensi gagal panen akibat perubahan iklim. Para peserta juga mufakat melakukan gerakan mitigasi lingkungan agar mengurangi resiko bencana.
Direktur Yayasan Ayu Tani Mandiri, Thomas Uran menuturkan, pihaknya sudah melakukan survei di dua Desa yaitu Desa Hokeng Jaya dan Desa Hewa dengan melibatkan semua elemen masyarakat khususnya para petani.
Thomas mengatakan, setelah membaca artikel berita dari dalam maupun luar negeri, mengandung pesan moral agar masyarakat segera sadar tentang bahaya perubahan iklim akibat ketimpangan perilaku manusia terhadap alam.
“Saya berpikir bahwa kita harus lebih peka dan serius. Ini bukan untuk menakuti kita tetapi pesan moral agar selalu merawat lingkungan,” katanya di depan audiens.
Menurut dia, guncangan bencana tidak bisa ditolak manusia tetapi dampaknya bisa dikurangi, salah satunya melakukan gerakan konservasi lingkungan.
Sementara Kepala Desa Boru, Alfonsus Klasa Soge mengatakan, salah satu dampak sederhana datang dari perilaku manusia membuang sampah sembarangan. Ia memberi contoh di Desa Boru yang merupakan wilayah Ibukota Kecamatan lebih banyak digerogoti sampah plastik hasil titipan para pelaku perjalanan.
Menurut dia, hal itu bagian dari kemiskinan moral karena menyebarkan penyakit sosial. Jika dibiarkan, kata dia, lingkungan malah semakin rusak dan berpotensi mengancam kesehatan orang lain.
“Di Boru lebih banyak sampah titipan orang luar. Ini salah satu tanda bahwa moral kita masih rendah makanya harus ada tindakan,” tegasnya.
Selanjutnya, Tokoh Agama, Pater Lorens Useng, SVD menjelaskan tentang proses terjadinya pemanasan global. Beberapa tahun ini, dunia semakin digemparkan dengan isu perubahan iklim.
“Kita semua termasuk kalangan ilmuwan di dunia sedang berbicara tentang pemanasan global. Lingkungan kita sedang terluka akibat penebangan liar, pembakaran hutan, dan perilaku membuang sampah di laut dan darat,” kata Tuan Lorens.
Setelah beberapa jam larut dalam diskusi, peserta rapat bersepakat melakukan gerakan mitigasi perubahan iklim. Mereka juga menyadari perubahan iklim mulai merenggut produktivitas pertanian, salah satunya komoditi mete dan kakao.
Sebelum menutup rangkaian diskusi, moderator Hengky Ola Sura membacakan kesepakatan bersama. Kesepakatan itu menampung semua gagasan para peserta selama proses diskusi, yang nantinya berlanjut ke aksi nyata.
(Redaksi)
Komentar