INBISNIS.ID,DENPASAR – Krama desa Adat Intaran melakukan aksi budaya dan pemasangan baliho menolak pembangunan Terminal Liquefied Natural Gas (LNG) di kawasan Mangrove Muntig Siokan, Denpasar, Minggu (19/06/2022).
Aksi budaya dan pemasangan Baliho ini dilakukan di perempatan desa adat Intaran. Selain melakukan aksi budaya dan pemasangan Baliho, krama desa adat juga melakukan orasi tentang penolakan pembangunan terminal LNG.
Bendesa adat Intaran, I Gusti Agung Alit Kencana, mengatakan, pembangunan terminal LNG di kawasan Muntig Siokan dan Mangrove, melanggar Rencana Tata Ruang Provinsi Bali pasal 42 ayat 1 lampiran nomor 9A 11B Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pemanfaatan Terminal LNG yang ditetapkan di Benoa, bukan kawasan di Muntig Siokan.
“Kita jangan mau dibodohi, kita tau adanya (pembangunan LNG) harus di Benoa,” teriak I Gusti Agung Alit Kencana saat melakukan orasi di perempatan desa adat Intaran
Lebih jauh, ia juga, mengatakan, bahwa pembangunan terminal LNG di kawasan mangrove Muntig Siokan berpotensi merusak terumbu karang. Hal ini lantaran ada rencana pengerukan pasir laut sebanyak 3,3 juta meter kubik untuk memuluskan kapal tanker masuk kawasan tersebut.
“Terumbu karang kita akan di babat, akan di bom, akan digergaji, akan dikeruk, untuk memuluskan kapal tanker masuk di kawasan Muntig Siokan. Bisa bayangkan sendiri mereka akan menghabisi terumbu karang kita, padahal kita baru menanam kemarin,” terang I Gusti Agung Alit Kencana.
Selain terumbu karang, hutan Mangrove seluas 14 hektar juga akan menjadi korban dari pembangunan terminal LNG. Padahal, menurut Alit Kancana, hutan Mangrove memiliki fungsi penting seperti mencegah abrasi dan menyerap karbon 4 kali lipat lebih baik dari pada hutan tropis.
“Ini yang perlu kita sadari. Iraga meumah di Sanur, gumin rage di Sanur, semua harus menyadari. Apakah anda-anda ini rela wilayah ada dibegitukan ?. Apakah anda-anda siap melawan (pembangunan LNG) ?, “ terang I Gusti Agung Alit Kencana.
Menurut, I Gusti Agung Alit Kencana, apa yang dilakukannya dan krama hari ini bukan untuk melawan pemerintah. Melainkan krama adat Intaran melawan pembangunan yang merusak lingkungan.
“Apapun program pemerintah kita harus dukung asalkan tidak merusak alam kita ini. Kita tidak hanya hidup sekarang. Anak cucu kita. Kita harus hitung mereka Kita harus pertimbangkan mereka. Bagaimana mereka hidup nanti kalau semua alam rusak,” terang I Gusti Agung Alit Kencana
Sebelumnya, sekitar 20 perwakilan desa adat Intaran, mulai dari kelian banjar se-desa adat intaran, pecalang, dan prajuru desa, mendatangi sekaligus memberikan surat ke kantor DPRD Provinsi Bali, Senin (06/06/2022).
Selain menyurati kantor DPRD Provinsi Bali, perwakilan desa adat Intaran juga menyurati Gubernur Bali, Walikota Denpasar, dan DPRD Kota Denpasar.
(Redaksi)
Well, Silahkan tulis pendapatnya di kolom komentar ya.