INBISNS.ID, LARANTUKA – Perwakilan anak muda dari empat desa di Kabupaten Flores Timur, NTT memaparkan isu perubahan iklim global yang dampaknya mulai melanda aspek kehidupan masyarakat bertempat di Kantor Bappeda Flores Timur, Selasa, 07 Juni 2022.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program kelompok Koalisi Pangan Baik. Kelompok ini melibatkan lima NGO di Indonesia yaitu, KRKP, Ayo Indonesia, KEHATI, Yaspensel, dan Ayu Tani Mandiri.
Maria Mone Soge (31), Enumerator Desa Hewa dalam pemaparan kajian menyebutkan, masyarakat Desa Hewa selama 10 tahun terakhir mulai mengalami penurunan produktivitas mata pencaharian bidang pertanian, peternakan, dan perikanan akibat tergerus perubahan iklim.
Ia menerangkan, akhir-akhir ini jadwal tanam petani mulai bergeser dengan intensitas hujan kurang stabil. Perkiraan cuaca yang sulit diprediksi membuat hasil pertanian pangan dan komoditi semakin menurun.
“Dampak perubahan iklim yang kami survei di lapangan, kami temukan hasil panen pangan menurun. Bukan hanya itu, bidang peternakan dan perikanan juga ikut menurun. Banyak hewan mati karena rentan terhadap penyakit,” papar Sindi.
Berdasarkan hasil penelitian ringan, kata dia, penurunan hasil tangkapan karena banyak masyarakat masih menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan sehingga kualitas laut semakin rusak.
“Ada nelayan masih pakai bom ikan, gunakan racun sehingga ikan dan hewan laut banyak yang mati,” lanjutnya.
Ia menambahkan, kerentanan masyarakat lebih dirasakan perempuan dan anak-anak. Jika pendapatan ekonomi menurun, masyarakat semakin sulit membiayai kebutuhan hidup sehari-hari, termasuk biaya kesehatan ibu dan anak.
“Dampaknya akan terasa kepada kerentanan sosial. Banyak kartu KIS tapi banyak juga masyarakat yang belum dapat jaminan kesehatan secara utuh,” tandasnya.
Wilson Corebima (30), Enumerator Desa Hokeng Jaya berujar, masyarakat petani saat ini sedang dilanda penurunan hasil panen kakao.
Selama lima tahun terakhir, papar dia, pihaknya menemukan banyak buah kakao yang rusak dan jumlah buah di kebun terus berkurang dari tahun ke tahun.
“Banyak buah busuk dan banyak hama buah. Beberapa tahun ini jumlah buahnya juga kurang,” ujar Wilson Corebima.
Lebih lanjut, Wilson dan masyarakat setempat juga merasakan curah hujan tidak menentu dan kenaikan suhu.
“Hokeng itu sebuah desa yang dingin. Tapi dalam kurun waktu 15 tahun terakhir, hawanya mulai panas,” terangnya.
Karni Watokola, Enumerator Desa Kawalelo memaparkan dampak terparah akibat perubahan iklim. Desanya saat ini krisis air bersih ditambah hasil tangkapan ikan tidak sebanyak sepuluh tahun lalu.
“Dulu kita mancing pulang dapat satu ember. Sekarang tangkapan tambah susah. Yang saya amati, bukan warga kami yang buat rusak pantai tapi orang luar. Mereka datang tembak ikan dan buat rusak terumbu karang. Mereka tidak mau tahu, yang penting mereka dapat ikan tanpa peduli dengan lingkungan,” katanya dengan suara lantang.
Diakhir pemaparan, ia mengajak semua pihak bekerja sama dalam melestarikan lingkungan, khususnya perhatian Pemerintah Kabupaten Flores Timur terhadap ketersediaan air bersih.
Sementara Ornis Gamu, Enumerator perwakilan Desa Aransina juga memaparkan hal serupa yaitu curah hujan yang tidak menentu ditambah suhu udara bertambah panas.
“Desa Aransina saat ini sedang melakukan reboisasi hutan, khususnya di kawasan mata air. Dan kita harus peka bahwa curah hujan sekarang sulit diprediksi,” katanya.
Sementara Kepala Bappelitbangda Flores Timur, Apolonia Corebima mengucapkan terima kasih kepada Koalisi Pangan Baik yang sudah mengajak anak muda berkontribusi dalam isu perubahan iklim global.
“Terima kasih banyak atas kontribusinya. Kemajuan pembangunan memang harus didukung semua pihak karena pemerintah juga punya keterbatasan anggaran dan sumber daya,” katanya.
(Redaksi)
Well, Silahkan tulis pendapatnya di kolom komentar ya.
Komentar