oleh

Aku Bukan Orang Gila

INBISNIS.ID – Hijau itu membuat daun jambu yang melambai padaku terasa menyegarkan. angin yang berhembus di antara ruas ruas rambut sebahuku terasa bisu. aku hanya dapat merasakan rumput yang membelai lembut kakiku namun tak dapat mendengar gemericik merdu gesekan antara mereka, senyumku kembang. Bodohnya aku, kenapa aku bisa melupakan kenyataan bahwa sebenarnya aku tuli? Tawaku menggema

“eh lihat teman teman, ada orang gila hahahaha, orang gila, orang gila..” aku menggaruk-garuk rambut gimbalku, tersadar. Ternyata di depanku sudah banyak anak kecil menunjuk-nunjuk dengan tawa lebar mereka yang menurutku sepi. Kakiku bangkit menyatakan bahwa aku tidak terima. bagaimana bisa mereka bahagia tanpa mengajakku pula? Kukejar mereka dan membuat ikrar jika mereka sudah berada di tanganku maka aku tak akan segan menjitak kepala mereka walau sampai mati sekalipun.

“lari… orang gilanya mengamuk!!” sebentar saja mereka sudah hilang entah kemana. tak kusangka lari mereka secepat kilat atau lariku saja yang terlalu lambat, ah lupakan! Lariku terhenti sejenak, Nafasku tersegal segal hampir mati rasanya aku.

Mataku menerawang daerah ini dengan harapan mereka dapat kutemukan walau hanya satu. dan ternyata 3 meter dari arahku aku mendapati seorang gadis kecil tersungkur memegangi lututnya yang berdarah menatapku dengan mata berlinang air mata, aku mendekatinya.

“sakit?” tanyaku dengan harapan dia dapat mengerti apa yang aku ucapkan meski aku tidak. wajahnya ketakutan, air mata dan ingusnya membanjiri wajah kecilnya. ku robek lengan kaos yang aku kenakan dan menggunakannya untuk menyurutkan banjir tersebut. Tanpa sadar, tiba-tiba aku terpental dengan rasa sakit di kepala bagian kananku yang terhantam sesuatu.

“pergi sana! Jangan dekati anak ini! Atau tidak kau akan merasakan kedua kalinya pukulan tanganku di kepala bagian kirimu!” seorang tante-tante berdiri di depanku bak monster dengan wajah merahnya sambil menyeret tangan si gadis kecil dan berlalu.

Aku sendiri lagi dengan sunyiku. Sambil mengelus-elus kepalaku yang berdenyut aku melangkah kembali ke bawah pohon jambu dimana tadi aku duduk dan merenungkan nasib masa laluku yang suram apalagi masa depanku nanti!. ayah ibu cerai saat aku masih kelas 1 sekolah menengah pertama tak ada yang mau mengalah untuk merawatku, mereka bilang aku sudah menjadi gila karena stress yang bertumpuk dan saling menyalahkan bahwa salah satu dari mereka membuatku seperti ini. Aku sudah muak dengan pertengkaran mereka! sampai pada suatu hari tak kusangka tuhan mengabulkan permintaanku, tak ingin lagi mendengar pertengkaran mereka. Dan beginilah aku bersama nasibku. Aku memukul pohon jambu yang ada di depanku dan sesekali menendangnya. aku meronta menjerit dalam sepiku, tangisanku leleh dalam kalbu. Untuk apa aku hidup!

Matahari yang bersembunyi di balik awan yang kelabu membuat hari ini suram. langit bergemuruh mulai menangis, pohon yang menari tak karuan bersama angin, dan dinginnya udara yang menusuk sumsum tulang melengkapi segalanya. Jendela-jendela rumah mulai ditutup, pintu dikunci, dan cahaya dari dari dalam yang mungkin terasa hangat membuatku iri. Meski aku menggigil mataku terasa panas, aku tak dapat lagi membedakan mana yang namanya tetes air mata dan mana yang namanya tetes air hujan. Aku memeluk lututku dan mencoba memejamkan mata. Mereka takkan pernah tau seseorang di sini butuh pelukan hangat.

Pelan mataku terbuka, cahaya matahari mencoba membangunkanku dengan menerobos celah daun-daun basah di atasku. dan baru kusadari selama 4 hari ini aku telah tidur sambil duduk di bawah atap pohon jambu dengan alas tanah kumuh, mungkin lebih tepatnya ketiduran. Biasanya aku tak pernah peduli apapun yang terjadi padaku namun kali ini aku benar-benar tak nyaman dengan baju basah yang kukenakan. Aku mendengus pelan, kepalaku terasa pusing. Sempoyongan aku berusaha berdiri mengalahkan kesemutan di kaki. tulang persendian terasa kaku, mungkin jika telingaku masih normal aku dapat mendengar gemeletuk keras antara mereka ketika aku berjalan.

Aku melangkah, menyusuri gang sempit dan sebentar-sebentar mampir ke tempat sampah dimana jika aku mengocoknya terkadang aku menemukan bongkahan nasi atau secuil snack dalam bungkus makanan plastik kecil yang mungkin dapat mengganjal rasa laparku. aku menggigil pelan sambil terus berjalan dan sesekali menggaruk rambutku yang gatalnya bukan main.

aku sudah terbiasa pada banyaknya orang yang lalu lalang berpapasan denganku menutup hidung mereka rapat-rapat atau melintasi pagar rumah ibu-ibu arisan yang berbisik dengan ekspresi jijik mereka saat melihatku.

Jangan pedulikan! Pikirku. Meskipun begitu aku tak tau mengapa tanpa kusadari air mataku menetes dengan sendirinya.

Langkahku terhenti di depan pohon jambu, sialan! Kepalaku makin terasa pusing. aku sudah berulang kali mengalami hal ini, berawal di pohon jambu dan berakhir di pohon jambu pula. apa sih susahnya berjalan di kampung kecil ini?!.

Tarikan nafasku terasa berat, pasrah. Apalagi yang bisa aku perbuat selain duduk kembali dalam lamunanku di bawah pohon jambu?.

Dinginnya udara setelah hujan bercampur Panas cahaya matahari membuatku tak henti menghapus ingus yang tak karuan. Mata datarku memandang satu per satu rumah yang berjejer di hadapanku. jujur saja aku sudah bosan dengan tempat ini. Pohon jambu, rumput bergoyang di kaki, cahaya matahari yang membangunkanku, hujan yang membuatku pilu dan apalah semua yang ada di sekitarku membuatku muak! Sekali lagi aku berfikir, apa sih tujuan tuhan menciptakanku? Jika memang aku tak berguna di muka bumi ini mengapa Dia tak mencabut nyawaku saja? Aku menjerit sekerasnya. tak peduli pandangan orang-orang tiba-tiba mengarah padaku. Tenggorokan terasa serak karena air hujan yang tadi aku minum di tempat sampah gang sempit.

“orang gila…, orang gila..” mereka mendatangiku lagi, bocah-bocah kecil dengan lemparan batu bercampur sampah tersenyum sinis padaku. Sudah berulang kali aku mencoba menafsirkan apa yang mereka ucapkan tapi apa daya inilah aku, gadis bodoh yang tuli ditinggal orangtuanya dan tak mempunyai tujuan hidup.

“orang gila.., orang gila..” mataku berembun, aku memberontak tak menerima apa yang ditakdirkan tuhan padaku.

“orang gila…, orang gila…” air mataku leleh, aku menjerit tak karuan berusaha menggapai mereka yang dekat denganku.

“whaaaaaaaaa!! Orang gilanya mengamuk.., hahaha.” aku tak peduli air mataku tumpah ruah, karena aku hanya ingin tuhan membiarkanku dapat mendengar apa yang ada di sekitarku meski itu adalah hal yang dapat kulakukan untuk terakhir kalinya. Tiba-tiba mataku tertuju pada seorang gadis kecil di tengah jalan yang mungkin tak mengetahui bahwa 10 meter darinya sebuah truk melaju tak melihat gadis kecil di depannya.

Sontak aku berlari, tinggal 5 meter.

“kyaaaaaa!!!”

Kulihat gadis itu menjerit tak bersuara karena memang aku tak mendengarnya. Tinggal 2 meter lagi supir truk baru menyadari. Kudorong tubuh mungil itu ke pinggir jalan dimana aku dapat melihatnya menangis meski membuatku lega karena aku telah menggantikannya.

BRAK!!!

Aku tak kuasa lagi menggerakan tubuhku.

“kakaaaakkk!!!” aku terkejap pelan, semua terasa seperti adegan slow motion bagiku. Namun, samar-samar aku mendengar suara gadis menjerit menangis menghampiriku.

“kakaaaakkk!!”

Apakah ini tujuan hidupku?

“panggilkan ambulan cepat!” Bapak-bapak dengan wajah cemas berdiri di samping kiriku menyoraki setiap bocah di bawah pohon jambu dengan wajah mereka yang seketika berubah tegang. Gadis kecil di samping kananku menangis dengan matanya yang lebam, dan saat itulah aku mengingat bahwa gadis ini adalah gadis kecil yang terjatuh saat kukejar kemarin.

Sedetik kemudian tempat ini ramai dengan orang orang yang berusaha mengangkat tubuhku. Ya! Aku mendengar semuanya! Aku tersenyum bersyukur kepada tuhan karena telah mengabulkan doaku, mataku perlahan buram, aku merasa ringan mengambang di udara dan melihat tubuhku sendiri dimasukkan ke dalam mobil putih. tak kusangka tuhan juga mengabulkan jeritan hatiku yang berkata bahwa

Aku juga ingin mati.

(Redaksi)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *