INBISNIS.ID, TERNATE – Mengelola usaha kerjinan sejak enam tahun lalu, Oktovianus Bassay telah di kenal luas oleh masyarakat khususnya di wilayah Kabupaten Halmahera Barat. Hanya memanfatkan limbah dan barang bekas, Guru SMA Kristen Dian Halmahera ini, mampu mendaur ulang menjadi produk kerajinan yang indah dan menghasilkan “Cuan” (bahasa Hokkian, China Selatan yang artinya untung).
Batok buah kelapa yang di jual seharga 5.000 Rupiah satu kantong plastik besar mampu di “sulapnya” menjadi produk kerajinan dengan harga ratusan ribu rupiah. Bekas tripleks dari hasil pembongkaran plafon gedung atau rumah yang sering menjadi sampah kemudian dibakar, dimanfaatkan Bapak satu orang anak ini menjadi kerajinan rumah adat yang bernilai 500 Ribu hingga Rp 1,5 Juta.
Selasa (18/1) sore kemarin, awak media mencoba menghubungi Pak Bambang panggilan akrab Oktovianus Bassay melalui media komunikasi Whatsaapnya, terkait dengan produk kerajinan yang sudah hampir ribuan buah dihasilkannya sejak tahun 2016 tersebut.
Kenapa batok kelapa yang dijadikan produk kerajinannya? Tanya INBISNIS.ID.
Menjawab pertanyaan di atas, menurut pak bambang bahwa membicarakan soal kerajinan dari kelapa, bagian yang paling sering dipakai adalah batok kelapanya. Tempurung kelapa ini bisa dijadikan banyak benda serbaguna. Mulai dari centong nasi hingga bros dan lampu meja. Tinggal asah kreativitas kita untuk menghasilkan benda yang tak hanya menarik tapi juga fungsional.
Di Jailolo, Halmahera Barat pohon kelapa tumbuh dengan subur di tepian pantai. Tanaman banyak manfaat ini seringkali mendatangkan banyak rezeki bagi mereka yang mau mengasah kreativitas untuk mengolahnya. Dari akar pohon hingga bagian batok kelapanya semua bisa dikreasikan menjadi benda-benda menarik bernilai ekonomi dan seni yang tinggi.
( Salah satu Hasil karya Tangan, Pengusaha Kerjinan Batok Kelapa Pak Bambang )
“Ini hanya semacam hobi saja, karena saya sejak kecil senang membuat kerajinan tangan, terutama dari barang-barang bekas”, tuturnya.
Menurutnya, apa yang dilakukan sekarang ini, ada kaitannya dengan profesinya sebagai guru. Banyak siswa yang sudah dilatihnya untuk pembuatan kerajinan dari batok (tempurung) kelapa.
Minat siswanya banyak, tapi terkendala pada peralatan minim yang dimiliki Pak Bambang. Peralatan seperti kompresor, gergaji listrik, mesin amplas, alat ukir. Sedangkan untuk bahan baku sangat melimpah di wilayahnya.
Lanjutnya, selain peralatan, bahwa pemasaran terkadang menjadi hambatan. Untung saja pemerintah daerah selalu mempromosikan produknya ketika ada even-even baik di daerah maupun ke luar daerah, sehingga kerajinan ini bisa laku terjual. Salah satu even yang sering ditampilkan di daerah yaitu dengan adanya festival teluk Jailolo. Even ini sangat membantu dan pernah kami kewalahan mengatasi permintaan saat festival berlangsung.
Laki-laki kelahiran Akelamo, 9 Juli 1995, sungkan ketika ditanya omset yang dihasilkan pertahun dari hasil produk kerajinannya. Suami dari Wilian Fransiska Djore ini mengutarakan bahwa omset pertahun tidak menentu, tapi yang paling minim di angka 12 Jutaan.
“Usaha ini saya rintis dan lakoni seorang diri, kadang di bantu Siswa-Siswi yang ingin mengembangkan kreativitasnya, saya perlu bersyukur bahwa usaha kerajinan ini bisa membantu kebutuhan sehari-hari saya dan keluarga”, tutup Pak Bambang.
Komentar