oleh

Kisah Pedagang Sayur : Secuil Rejeki Dibawah Terik Matahari

-Bisnis, Daerah-1,702 views

INBISNIS.ID, LARANTUKA – Terik matahari menyuar garang, menyengat tubuh sekumpulan ibu-ibu yang berjibaku menjual sayuran di Pasar Inpres Larantuka, Kabupaten Flores Timur, NTT.

Wajahnya diguyur keringat dibawah lapak tanpa atap itu. Ditengah panas matahari, mereka tetap tersenyum ramah sambil menawarkan dagangan kepada para pengunjung yang melintas.

Salah satu diantaranya membawa serta seorang anak berusia 9 tahun. Ibu itu bernama Katarina Kelen (44). Sudah empat tahun ia bertaruh nasib pada pelataran Pasar menggunakan payung mungil dan selembar karung kumal untuk menaruh dagangan sayuran.

“Hari ini bersama anak karena sedang libur. Suami saya petani dan hidup kami susah. Saya harus jualan disini untuk bantu suami menghidupi 6 orang anak,” ucapnya saat disambangi wartawan, Rabu (09/03/2022) tepat pukul 12.15 siang Wita.

Sebelum pukul 06.00 pagi, Katarina sudah menyiapkan sarapan untuk suami dan enam orang anaknya. Usai makan bersama, ia lalu menunggu mobil angkot dari Desa Bandona menuju Pasar di Kota Larantuka, membawa serta barang dagangan.

Ia berkisah, sengatan matahari tak ada artinya dibanding perjuangan hidup. Terlebih disaat pandemi dengan diberlakukan sosial distancing, Katarina dan penjual sejawat harus berdamai dengan kenyataan.

“Jualan tak laku, kami beli makan bagaimana? Tapi saya percaya rejeki pasti ada,” terangnya sambil menyeka keringat diwajahnya.

Sementara Fesilitas Hokon (23), ibu muda asal Desa Nusa Nipa, Kecamatan Tanjung Bunga pun bernasib serupa. Demi kelanjutan hidup, mereka rela berjemur dibawah terik matahari.

Menurutnya, saat memilih tempat teduh bagian belakang pasar, barang dagangan sering tak laku.

“Di tempat ini rata-rata orang Tanjung Bunga. Pembeli lebih sering datang di pintu masuk,” terangnya.

Selain sulit mengais rejeki, sambungnya, keberadaan mereka juga sering dicegat petugas karena tempat berdagang merupakan lokasi karcis.

Namun, karena enggan pulang dengan tangan kosong, mereka tetap bertahan kendati sering diusir.

“Petugas sering marah. Mereka suru kami jual dibelakang,” bebernya.

Ia berujar, sayuran yang dijual datang dari hasil menanam di kebunnya. Selain untuk konsumsi keluarga, sayuran itu juga dijual demi menyokong ekonomi keluarga.

(Redaksi)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 komentar

  1. Perempuan tangguh. Semoga ini menginspirasi kita semua terutama perempuan dimanapun.

    Yakin Tuhan Allah akan memberi rejeki bagi orang yang berjuang dengan sungguh.