INBISNIS.ID, DENPASAR – “Tityang toya, Toya Saking Danu”, yang secara harafiah bermakna aku adalah air, air yang berasal dari danau merupakan sepenggal syair pada teatrikal group teater Selem Putih dalam acara penutupan Bulan Bahasa Bali tahun 2022 di gedung Ksirarnawa, Art Center Bali pada Senin (28/02/2022).
Secara pribadi penulis tergerak untuk menyampaikan isi pementasan yang secara umum dibawakan dalam sastra Bali dan syarat akan pesan mewakili kondisi bumi pertiwi saat ini.
“Toya Pinake sang hyang aji, pinake udeng sarwa prani, yen ragane nyiar tityang, pastika tyang lakar merupa toya, lakar meguna tindih di jagad.” (air sumber ilmu pengetahuan, sumber kehidupan kita semua di bumi ini). Lanjut syair yang dibawakan seseorang yang digambarkan sebagai orang suci penjaga sumber air secara dramatis dan membawa pendengarnya masuk kedalam jeritan bumi pada manusia.
“Yen ragane ngusak danu, nyemarin tukad lan pasih, tityang sing buin merupa toya, tyang mesalin dadi wisya ane lakar nyengkalain samian.”(jika kalian merusak danau, mencemari sungai dan lautan, maka saya tidak lagi sebagai air jernih, saya akan berubah menjadi racun yang akan membunuh kalian) sambung narasi syair tersebut.
Diceritakan pada adegan sebelumnya sekelompok warga desa sedang kewalahan mencari sumber air bersih terhenti di suatu tempat bernama Mondo Sepatiku sedang berebut perbekalan sisa air terlampau begitu sedikit.
Pada segmen ini konflik terhenti dengan terlihatnya gelembung gelembung air di dekat perhentian mereka, hal ini sontak membuat beberapa orang dalam kelompok secara tergesa gesa dan berebutan untuk langsung meminum air tersebut yang langsung dihentikan oleh salah satu tokoh yang digambarkan orang yang dituakan dalam kelompok tersebut.
“Hei hei hei, adeng-adeng anake malu, de care di jumah cai dogen.” (Hei hei hei pelan pelan, jangan seperti dirumah kalian saja), marah guru pada anggota kelompok dengan tujuan meminta izin terlebih dahulu.
Singkat cerita kelompok itu dipersilahkan orang suci untuk meminumnya dan seketika membawa kesegaran dan obat dahaga mereka.
Dalam teatrikal tersebut juga mengangkat konflik sosial yang sering terjadi akan kedudukan sosial dalam kehidupan masyarakat sekarang ini.
Pada penghujung pementasan tersebut menyampaikan pesan kepada manusia agar dikemudian hari menjaga dan melestarikan gunung dan lautan yang mana merupakan simbol kesucian serta sumber kehidupan umat manusia. Dikemudian hari pula jika dalam mencari penghasilan untuk menggunakan kedua kaki dan tangan serta akal sehat, jangan sampai hanya karena kepentingan pribadi dapat merusak alam.
Pesan moral teater ini disampaikan pada penutupan bulan bahasa Bali IV tahun 2022 yang mengusung tema Danu Kerthi : Gitaning Toya Ening. Bulan Februari sebagai Bulan Bahasa Bali yang diperingati oleh semua dengan mengadakan perlombaan-perlombaan yang bersifat kearifan lokal Bali dan merupakan salah satu program prioritas Pemerintah Provinsi Bali dengan tujuan pelestarian, pengembangan, serta pemajuan bahasa, aksara serta sastra sendiri.
Mendahului Selem Putih, Wayan Koster dalam sambutannya mengatakan bahwa generasi muda harusnya bisa mempelajari dan mendalami Bahasa, aksara dan sastra Bali, setelah penghormatan Dia ucapan terimakasih serta mengapresiasi Made Tegung juga Nengah Medra sebagai orang yang tekun dalam kaitannya menekuni sastra dan aksara Bali.
(Redaksi)
Komentar