INBISNIS.ID, DENPASAR – Kondisi Bumi ada pada ambang kekritisan yang serius, dimana ada banyak bentang alam harus terdegradasi dan berubah fungsi dari yang semestinya sehingga akan mempengaruhi kepada segala proses ekosistem yang ada.
Berangkat dari kondisi tersebut, peringatan hari bumi tahun 2022 harus dimaknai sejatinya tidak hanya dilakukan dengan selebrasi-selebrasi semata tanpa menyentuh akar permasalahan. Semestinya Hari bumi dijadikan momentum untuk kembali mengidentifikasi kekurangan-kekurangan dari tata kelola lingkungan hidup yang tidak baik.
Hal ini diungkapkan direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bali, Made Krisna Dinata, saat dimintai tanggapan mengenai hari Bumi melalui saluran telepon, Jumat ( 22/04).
“Menurut saya Bumi hari ini ada pada ambang kekritisan yang serius yang dimana banyak bentang alam yang terdegradasi dan berubah dari fungsi yang semestinya sehingga itu pastinya akan berpengaruh kepada segala proses ekosistem yang ada. Kita biasa menyebutnya sebagai perubahan iklim apabila dilihat secara general,” terang Made Krisna Dinata
Made Krisna Dinata juga menambahkan, alam Bali juga tidak luput dari degradasi terkait kualitas lingkungan. Salah satu hal yang memicunya yakni alih fungsi lahan yang kian masih terjadi dan semua itu disebabkan oleh tata kelola lingkungan yang tidak baik serta pembangunan infrastruktur dalam menggerus lahan-lahan produktif salah satunya lahan pertanian.
“Belum lagi akan digadang pembangunan jalan Tol Gilimanuk-Mengwi Sepanjang 96,84 km yang melewati 3 kabupaten yakni Badung, Tabanan dan Jembrana. Menurut temuan WALHI Bali Jalan ini akan menerabas 480,54 Hektar lahan pertanian produktif yang di dalamnya terdapat 98 wilayah Subak yang juga terancam,” ungkap Made Krisna Dinata
Oleh karena itu, Hari Bumi harus dimaknai tidak hanya dilakukan dengan selebrasi-selebrasi semata tanpa menyentuh akar permasalahan. Namun dijadikan momentum untuk mengoreksi serta mengidentifikasi kekurangan-kekurangan dari tata kelola lingkungan hidup yang tidak baik.
“Harusnya itu mampu menjadikan alasan bagi pemangku kebijakan untuk membuat dan menerbitkan aturan aturan yang diimplementasikan konkrit untuk pemulihan ekologi. Bukan malah sebaliknya, sibuk membuat program atau pembangunan yang justru menambah catatan alih fungsi lahan yang menyebabkan kualitas lingkungan kian terdegradasi,” terang Made Krisna Dinata
Ia melanjutkan, adanya pembangunan Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi juga akan menambah deretan alih fungsi lahan yang ada di Bali. Selain juga akan mengancam swasembada beras serta kemandirian pangan masyarakat Bali sebab 480an Hektar lahan pertanian produktif akan tergerus oleh pembangunan Jalan Tol tersebut.
“Belum lagi dalam konsultasi Amdal yang dilakukan beberapa minggu lalu oleh Pemrakarsa tak mampu menunjukan dimana lokasi lahan pengganti untuk menggantikan lahan pertanian yg diterabas dari proyek Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi sepanjang 96,84 yang akan dibangun. Hal akan memperkecil luas Hutan di Bali dari yang tadinya belum bisa memenuhi sebesar 30% menjadi semakin menjauh dari persentase luasan tersebut,” ungkap Made Bokis Krisna Dinata
Terakhir, Made Krisna Dinata, berharap, Bumi atau Bali telah amat banyak dieksploitasi dan dihilangkan fungsinya secara ekologis atas nama pembangunan yang banyak menerabas lahan-lahan produktif. Pembangunan Jalan Tol Gilimanuk-Mengwi merupakan satu pembangunan yang pastinya akan berpengaruh terhadap kualitas ekologi Bali serta bagaimana Bali dalam menjaga ketersediaan pangan untuk dirinya.
“Pembangunan Jalan Tol Gilimanuk mengwi sejatinya akan membawa Bali tidak hanya pada krisis lingkungan akibat berkurangnya luasan persawahan dan Subak, namun juga akan menghantarkan Bali kepada keadaan yang amat berat jika akan berimplikasi pada krisis swasembada beras akibat hilangnya ratusan hektar lahan pertanian,” tutup Made Krisna Bokis Dinata.
Komentar