INBISNIS.ID SUMENEP – Kesenian tradisional musik Tong-tong yang dimiliki Kabupaten Sumenep, ternyata berbeda dengan kesenian musik Ul Daul yang berada di daerah lainnya di Madura. Bahkan keberadaan Ul Daul ini merambat sampai ke daerah tapal kuda wilayah Jawa Timur, yakni diantaranya Pasuruan, Jember, hingga Banyuwangi. Hal ini disampaikan oleh seorang pakar sejarah dan budaya Kabupaten Sumenep yang menggandrungi musik klasik era tahun 1960 – 1970.
Pelestarian budaya, sejatinya menjadi tanggungjawab Pemerintah, yang mana eksistensinya harus terus terjaga dan tidak boleh tergerus oleh modernisasi zaman. Oleh sebab itu, kesenian tradisional musik Tong-tong, yang telah menjadi khasanah kekayaan dan cagar budaya tak benda yang dimiliki secara sah oleh Pemerintah Kabupaten Sumenep, harus tetap terjaga dan dikembalikan ke aslinya. Senin (18/4/2022).
Benny S, Ketua group Teng Tinkerbell, menyampaikan, Sanggar Seni Teng Tinkerbell yang bermarkas di Desa Banasare, Kecamatan Rubaru, Kabupaten Sumenep, memiliki berbagai komunitas kesenian, yaitu Musik Tradisional, Tari Tradisional, Central Blangkon Madura, Sewa Baju Adat. Komunitas Teng Tinkerbell berdiri sejak 12 tahun silam (tahun 2010), hingga saat ini konsisten menjaga pakem yang bernuansa khas Kabupaten Sumenep.
“Crew komunitas Teng Tinkerbell, yang laki-laki sekitar 30 orang, tidak termasuk perempuan di seni tarinya. Kita berusaha konsisten dengan pakem yang bernuansa Sumenep, yaitu dengan tembang dan notasi dalam iringan musik. Kita bermusik di semua lini, kita bermusik dari gamelan, saronin hingga ke musik Tong-tong. Kenapa Saya menyebutkan Tong-tong, karena musik Tong-tong lah punya Sumenep. Kalau musik Daul bukan punya Sumenep,” tuturnya disela waktu mempersiapkan parade musik Tong-tong di lapangan kerap Giling kemaren, (17/4) dini hari.
Tadjul Arifien R, Pakar Sejarah dan Budayawan Kabupaten Sumenep, secara eksklusif kepada media ini menyampaikan, dirinya sebagai generasi yang lahir tahun 1952, sudah tentu banyak mengetahui perkembangan dari zaman ke zaman. Dan musik-musik klasik adalah kesenian yang paling digandrungi.
“Saya lebih menyenangi musik-musik klasik bukan kontemporer, setelah saya kaji dan telusuri, seni musik Ul Daul itu milik daerah lain, yaitu Kabupaten Pamekasan. Karena waktu itu saya kerja di PT. Djarum Kudus sebagai propagandis. Disana dulu pertama kali, kemudian melebar ke lain daerah termasuk Sumenep. Ul Daul itu kata asalnya Ur Saur, dan orang Pamekasan menyebut Ul Daul,” jelasnya Pria yang saat ini sebagai Ketua Tim Ahli Cagar Budaya Kabupaten Sumenep.
Menurut Budayawan yang satu ini, pada masa usia belianya dulu, Musik Tong-tong yang ada di Sumenep itu memang klasik. Komponenya atau perakat alat yang digunakan terbuat dari bahan jenis kayu-kayuan semua.
“Jadi saya sering, waktu masih anak-anak di tahun 60-70an, sering melakukan untuk membangunkan Sahur. Komponennya yaitu; Tong tong pangorbi 1 buah sebagai komando, Tong tong kelek 3 buah, Tong tong Ta’al 2 buah, juga tong tong tengges, dukbuduk, kettol, tek ketek dan Gedug dung yang terbuat dari pohon siwalan. Jadi kira-kira ada 9 (Sembilan) komponen yang digunakan,” ungkapnya.
Lanjut penuturan Tadjul Arifien, yang dimana menggambarkan alunan musik Tong-tong tempo dulu, sangat indah dan sangat klasik, serta menghanyutkan terhadap perasaan.
“Kalau dibandingkan dengan sekarang, sangatlah beda, baik dari segi komponen dan irama. Jadi dengan demikian, kita harus membedakan, bahwa musik Ul Daul itu bukan milik Sumenep. Dan yang milik asli Sumenep itu adalah musik Tong-tong klasik,” pungkas Pria yang baru saja selesai menulis buku karangannya ke 16, tebal 500 halaman dengan judul, ‘Mahabharata, Akulturasi Epos India ke Nusantara, dari Hindu ke Islam, yang akhirnya pada Topeng Ḍalang Songennep.
(Fathorrafik/Redaksi)
Komentar